Perkembangan Kebudayaan Indonesia

Perkembangan Kebudayaan Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN
 
Secara garis besar kebudayaan Indonesia dapat kita klasifikasikan dalam dua kelompok besar. Yaitu Kebudayaan Indonesia Klasik dan Kebudayaan Indonesia Modern. Para ahli kebudayaan telah mengkaji dengan sangat cermat akan kebudayaan klasik ini. Mereka memulai dengan pengkajian kebudayaan yang telah ditelurkan oleh kerajaan-kerajaan di Indonesia. Sebagai layaknya seorang pengkaji yang obyektif, mereka mengkaji dengan tanpa melihat dimensi-dimensi yang ada dalam kerajaan tersebut. Mereka mempelajari semua dimensi tanpa ada yang dikesampingkan. Adapun dimensi yang sering ada adalah seperti agama, tarian, nyanyian, wayang kulit, lukisan, patung, seni ukir, dan hasil cipta lainnya. 
 
BAB II
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah dapat dikemukakan sebagai berikut: 
1. Pengertian Kebudayaan
2. perkembangan budaya
 
 
BAB III
PEMBAHASAN
 
KEBUDAYAAN berasal dari kata budayah yang dapat diartikan sebagai hasil rasa, cipta, dan karsa manusia. Mengingat kebudayaan adalah tumpahan ekspresi hidup manusia maka budaya itu mesti dilestarikan keberadaannya dengan baik di tengah masyarakatnya. Kalau budaya adalah rasa, cipta, dan karsa manusia maka untuk hasil dari budaya itulah yang dinamakan dengan kebudayaan.
Walau ada yang mengartikan lain bahwa kebudayaan adalah proses berfikir manusia yang menghasilkan berbagai ciptaannya dalam meningkatkan taraf hidup dirinya, tapi pada dasarnya kebudayaan adalah wujud Maha Karya tangan manusia.
Melihat perkembangannya kalau ditilik dari proses berfikir manusianya ada tiga tahap yang mempengaruhi berkembang kebudayaan itu, Van Peursen dalam hal ini berpendapat bahwa ada tiga tahap bagi manusia untuk mendapatkan kebudayaannya itu. Dari tiga tahap yang dimaksud di antaranya adalah tahap Mitologis, Ontologis, dan Fungsional.
Pada tahap mitologis manusia berada dalam lingkungan yang penuh dengan dunia mistis. Yaitu suatu masa yang mempengaruhi sikap manusia bahwa ia merasa dirinya terkepung oleh hal-hal atau kekuatan ghoib yang ada di sekelilingnya. Biasanya kekuatan ghoib itu membentuk mitos-mitos yang dipercayainya sangat sakral, seperti adanya dewa-dewi atau bentuk benda yang lainnya yang ia anggap mempunyai tuah.
Supaya sesembahan mereka tidak marah atau murka terhadap mereka maka mereka akan memberi sesajen sebagai persembahan terhadap dewa-dewanya tersebut. Namun perlu diingat kalau mitologi-mitologi semacam ini hanya ada pada kehidupan masyarakat atau bangsa yang masih primitive.
Sementara itu pada tahap perkembangan yang bersifat Ontologis, mungkin kita akan mendapati sedikit dari hal-hal yang bersifat mitos itu. Yang kita dapati adalah suatu perubahan sikap manusia yang mempunyai keinginan besar untuk menyelidiki segala hal yang berhubungan dengan kondisi lingkungannya. Maka dari sini manusia tidak lagi merasa dirinya berada dalam kepungan dan kurungan zaman yang mengikat. Tetapi segala sesuatu mulai disusunnya berdasarkan hakekat terjadinya sesuatu (Ontology) dan segala hal yang mempunyai nilai dalam ilmu pengetahuan.
Kalau pada tahap yang terakhir yakni fungsional manusia mulai memperkenalkan diri ataupun mencari relasi dalam mempromosikan keahlian dirinya di tengah-tengah masyarakat. Pada tahap inilah akan kita jumpai suatu hubungan (simbiosis) yang akan membentuk suatu interaksi sosial masyarakat.
Memang dalam perkembangan budaya yang begitu amat cepat seperti sekarang ini, sepertinya manusia adalah subyek yang sangat dominan pada proses perkembangan budaya itu. Oleh sebab itulah manusia sering disebut sebagai insan yang unik. Yaitu insan yang dirinya tak pernah berhenti dalam berkarya dan menciptakan sesuatu hal yang baru.
Tapi tidaklah serta merta kalau manusia itu dapat membangun budayanya dengan cepat, cermat dan kreatif kalau tidak adanya proses yang mengiringinya. Memang benar kalau segala hal di dunia ini ada karena melewati suatu proses, termasuk budaya manusia itu sendiri. Hal ini pernah muncul pada zaman Yunani Kuno yang saat itu ada pembagian perkembangan manusia menurut zamannya.
Pada awal masanya manusia disebut sebagai Political Animal, sebab manusia saat itu mulai membentuk tatanan organisasi dalam kelompok-kelompok politik guna menyusun dan mengatur kehidupan masyarakatnya. Kemudian dalam perkembangannya manusia memasuki masa di mana ilmu pengetahuan diagungkan. Pada masa renaisans ini manusia mendapat sebutan dengan Rational Animal, mengingat kekritisan serta kemajuan manusia dalam menggunakan kekuatan rationya. Pada masa inilah manusia menghambakan dirinya kepada ilmu pengetahuan mengingat keabsahannya dijangkau oleh pikiran normal manusia.
Mengingat perkembangannya yang tak pernah berhenti itulah tak lama setelah masa renaisans, di Eropa dan Amerika mulai dari munculnya pedagang atau saudagar yang berusaha untuk mencari dan menggali sumber-sumber ekonomi yang ada di dunia guna diperdagangkan dalam upaya mendukung proses industrialisasi. Hal ini terjadi pada abad ke-19 Masehi. Masa inilah manusia disebut sebagai \"Ekonomical Animal\' karena sudah berjalannya kegiatan ekonomi di masyarakat.
Merasa tak puas dengan perkembangannya itu, dalam kelanjutannya manusia mulai mengembangkan dirinya melalui proses interaksi dan komunikasi. Hal tersebut bisa berupa komunikasi dengan lambang atau bentuk-bentuk simbol yang lainnya. Yang lebih sering kita lihat adalah melalui bahasa, seni, dan ilmu pengetahuan. Erns Cassier menyebutnya dengan masa Symbolicum Animal.
Melihat dari perjalanan sejarah perkembangan budaya di atas, rasanya tidak ada terlintas dalam fikiran ini kalau budaya itu berhenti dalam berkembang. Rasanya perubahan budaya akan tetap bergerak selamanya yakni selama adanya kehidupan manusia di dunia ini.
Mungkin hal ini sangat tepat rasanya bila dikaitkan dengan gagasan Alvin Tofler mengenai hukum dinamika dan dialektika. Yaitu walau dalam perkembangannya budaya itu terus maju dengan zamannya, tapi tidak selamanya kita bisa mengartikan kalau nilai dari budaya itu juga turut maju. Artinya kalau budaya itu terus maju tapi nilai dari budaya itulah yang bersifat relative, bisa naik dan bisa turun.
Jadi dalam budaya itu pun ada gelombang naik dan pasang surut, maju mundur, serta kondisi budaya itu yang terus bergerak tak henti-hentinya apalagi sampai terjadi gerakan yang bersifat Power Shift artinya perubahan budaya yang ada di dunia ini berintikan pada pergeseran budaya yang bergelombang. Bila tidak kita cermati dengan baik maka akan menimbulkan kegoncangan di masa depan atau bisa disebut Future Shock. Untuk itu dimanapun manusia mesti waspada Eling Lan Waspodo yaitu agar selalu ingat akan dirinya sendiri dan selalu waspada terhadap situasi dan kondisinya.
Untuk itu jangan sekali-kali kita membiarkan diri terjebak ke dalam situasi yang dapat membahayakan keselamatan kita. Dan tentunya perlu suatu sikap yang waspada dan bukan curiga dari kita semua. Walau dalam teknis tak jauh berbeda tapi dengan kita waspada maka kita akan mendapat nilai dan pandangan yang psoitif kepada diri dan orang lain, sementara curiga akan terus menyiksa diri karena akibat dari tekanan fikiran yang selalu gundah kelana.
Kalau kita melihat kondisi budaya di Indonesia dewasa ini, sepertinya kita sedang menghadapi suatu pergeseran-pergeseran atau \"Shirf\" budaya. Hal ini mungkin dapat difahami mengingat derasnya arus globalisasi yang membawa berbagai budaya baru serta ketidak mampuan kita dalam membendung serangan itu dan mempertahankan budaya dasar kita.
Kalau boleh dibilang sekarang ini bangsa Indonesia akan lebih senang dan bangga bila menggunakan model trendy ala budaya Amerika ataupun Eropa namun justru malu bukan kepayang kalau mereka memakai baju kebaya atau yang lainnya, yang dianggapnya sebagai pakaian yang norak dan kampungan mengalahkan model pakaian saat ini yang dianggapnya modern itu. Padahal bukanlah disitu letak nilai dari sebuah kemodernan. Tapi tingkat norma dan kepribadianlah yang menentukan kemodernan zaman itu.
Untuk itu guna menjaga budaya Indonesia yang beragam dan bernilai itu. Maka sebagai bangsa kita musti menyadari kalaulah budaya kita itu yang lebih amat bermoral dan bernilai bila dibandingkan dengan budaya lain. Oleh karenanya jangan sampai ada imperialisme budaya yang bertengger di negara yang kita cintai ini. Yakni Indonesia.

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Tugas Softskill - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template | Distributed By: BloggerBulk
Proudly powered by Blogger