Minggu 10 - SISTEM PEMROSESAN DATA ELEKTRONIK

Minggu 10 - SISTEM PEMROSESAN DATA ELEKTRONIK

1. Sistem Masukan
Sistem-sistem Masukan dengan kertas.
Dalam beberapa sistem akuntansi yang terkomputerisasi, masukan-masukan ke sistem akuntansi berupa dokumen sumber yang di tulis tangan atau di ketik. Setiap tahap pemrosesan masukan sebagai berikut:

  1. Penyiapan dan pelengkapan dokumen sumber
  2. Pengiriman dokumen-dokumen sumber ke pemrosesan data
  3. Masukan data
  4. Pengeditan data program
Sistem-sistem Masukan Tanpa kertas
Dalam sistem-sistem masukan tanpa kertas (paperless input system ) , kadang-kadang di sebut juga sistem masukan online, transaksi-transaksi di masukan secara langsung ke dalam jaringan komputer, dan kebutuhan pengetikan dalam dokumen sumber di kurangi. Sistem masukan tanpa kertas membutuhkan intervensi manusia umumnya memlalui 2 tahapan yaitu entry data dan edit data, dan transfer ke sistem aplikasi komputer pusat. Sistem tanpa kertas yang tidak membutuhkan keterlibatan manusia, Transaksi-transaksi di proses dari awal sampai akhir tanpa keterlibatan manusia : pemrosesan transaksi otomatis secara penuh. Salah satu aplikasi tekhnologi ini adalah networked vending machine (NVM)
2. Sistem Pemrosesan
Sistem pemrosesan berdasar kertas
Transaksi-transaksi di masukkan kedalam komputer dalam batch yang di proses secara periodik. Contoh pemrosesan secara batch adalah laporan jam kerja mingguan untuk membuat cek pembayaran gaji.
Pemrosesan secara batch dengan pemutahiran file secara berurutan, pemrosesan dalam sistem semacam ini mencakup tahap-tahap berikut:
  1. Penyiapan file transaksi
  2. Pemutahiran file induk
  3. Pemutahiran buku besar
  4. Penyiapan laporan buku besar
Pemrosesan batch dengan pemutahiran file akses random, tahap-tahapnya sebagai berikut :
  1. Catatan di baca dari file transaksi
  2. Nilai kunci catatan transaksi digunakan untuk mengakses secara random
  3. Catatan dalam file induk di mutahirkan dalam memori dan kemudian ditulis ulang ke file data
Sistem pemrosesan tanpa kertas
Dalam sistem pemrosesan tanpa kertas , baik
pemrosesan batch maupun tepat waktu dapat di lakukan dengan pemrosesan tepat waktu, kadang-kadang disebut online realtime processing. Pemrosesan batch dalam sistem pemrosesan tanpa kertas mirip dengan pemrosesan batch dalam sistem berdasar kertas. Perbedaannya adalah voucher jurnal diganti dengan fungsi yang serupa tetapi secara elektronik dan buku besar di mutahirkan secara otomatis secara periodik. Pemrosesan tepat waktu dalam sistem pemrosesan tanpa kertas, keuntungan utama dalam pemrosesan tanpa kertas adalah memungkinkan untuk melakukan pemrosesan tepat waktu.
3 Sistem Keluaran
Sistem keluaran dapat berupa sistem dengan kertas, tanpa kertas atau antara keduanya. Sebagian besar sistem dengan kertas dan berorientasi batch dengan pemrosesan file sekuensial mengahislkan volume jeluaran yang besar. Sebagai contoh hasil cetak keluaran file piutang dagang dapat digunakan untuk melihat saldo pelanggan individual.
Pengendalian ekeluaran di rancang untuk mengecek bahwa hasil pemrosesan telah berupa keluaranb yang sah dan keluaran tersebut telah didistribysikan secara memadai.
Kelompok pengendalian PDE terpisah seriungkali dibentuk untuk memonitor operasi PDE. Kelompok pengendalian PDE menrupakan bagian dari fungsi audit intern perusahaan. Distribusi keluaran harus dikendalikan untuk meminimalkan akses tidak sah terhadaop data-data penting. Distribusi keluaran di kendalikan melalui dokumentasi dan penyeliaan. Umumnya, register distribusi keluaran dibuat untuk mengendalikan disposisi laporan.

Sumber  : http://hrmy.blogspot.com/2011/11/sistem-pemrosesan-data-elektronik.html
Minggu 9 - PEMROSESAN FILE DAN KONSEP MANAJEMEN DATA

Minggu 9 - PEMROSESAN FILE DAN KONSEP MANAJEMEN DATA

TEKNOLOGI TINJAUAN SEKILAS
A.   A.   Field, Unsur Data, Atribut, dan Elemen- Elemen
Istilah- istilah field, unsur data, atribut, dan elemen digunakan secara bergantian untuk menyebutkan blok data terkecil yang disimpan dan digunakan dalam sistem informasi. Field dapat terdiri atas karakter tunggal atau nomor tunggal, atau dapat terdiri dari beberapa karakter atau nomor.
Contoh- contoh field adalah :
·         Nama pelanggan
·         Nomor  tunjangan sosial karyawan
·         Nomor pesanan pembelian
Field biasanya secara logis berkaitan dengan field lainnya; pengelompokan logis atas field disebut catatan (record).
B.      B. Okurensi Data
Struktur catatan memiliki okurensi  (occurences), yang juga disebut instances. Okurensi catatan adalah himpunan spesifik nilai- nilai data untuk catatan.

C.   C.  Panjang Catatan- Tetap dan variabel
Catatan dalam file dapat memiliki panjang yang tetap atau variabel. Dalam catatan dengan panjang- tetap, baik jumlah field maupun panjang (ukuran karakter) setiap field adalah tetap. Sebagian besar catatan yang disimpan dalam direct access storage devices (DASDs) adalah catatan panjang- tetap. Catatan dengan panjang- variable, lebar field dapat disesuaikan untuk setiap okurensi data. Catatan penjejak adalah perluasan dari catatan master,. Catatan penjejak terpisah dari  catatan master dan hanya ditulis sesuai kebutuhan. Dengan menggunakan file piutang dagang akun terbuka, sebagai contoh, catatan master memuat  informasi yang umum bagi seluruh akun dan jumlah faktur yang memadai bagi sebagian besar akun, dimana catatan penjejak memuat lebih banyak faktur. Catatan master harus memiliki jumlah yang sama dengan catatan penjejak yang berkaitan sesuai kebutuhan. Catatan penjejak harus segera dituliskan setelah catatan master yang berkaitan.
D.     D. Kunci catatan dan Urutan File
Kunci atau kunci catatan merupakan unsur data atau kombinasi unsusr data yang secara unik mengidentifikasi catatan tertentu dalam file. Istilah order random relatif berkaitan dengan field dimana file tidak disortir.
 
Evaluasi Teknologi Database
Pengembangan dalam teknologi untuk melakukan masukan data ke komputer secara umum berperan dalam perkembangan database secara pesat.
Dengan sistem manajemen databes , data disimpan dalam format standar dengan menggunakan bahasa definisi data - data definition language, dimanipulasi dan dimutakhirkan dengan menggunakan bahasa manipulasi database - database manipulation language, dan dipanggil dengan menggunakan bahasa kueri database-database.
Layanan informasi online
Banyak perusahaan mengumpulkan informasi dari layangan on-line yang harus dikaitkan secara sistematis dengan sistem informasi mereka.
Expert system
sistem ahli membantu pengambilan keputusan tingkat tinggi dan telah sukses diterapkan dalam beberapa area.
Pemrograman berorientasi - objek
Meliputi pendefinisian objek-objek dari daftar atau kumpulan informasi yang rumit. Hal menjadi objek : daftar komponen-komponen persediaan, kelompok pelanggan, atau bahkan kumpulan foto.
Sistem hiperteks
Memungkinkan para pemakai untuk mengambil database dengan cara random melalui pemilihan kata-kata kunci.
Sistem database intelijen
Sistem ini merefleksikan kecenderungan penggabungan seluruh teknologi-teknologi terbaru, termasuk yang paling muktahir, ke dalam satu sistem database.
 
Sistem Manajemen Database
Lama- kelamaan, perusahaan menghadapi masalah sistem file sederhana. Kesulitan utama termasuk menemukan file yang tepat untuk informasi yang dibutuhkan, pemborosan karena duplikasi data yang sama dalam file yang berbeda, dan kurangnya standarisasi antar file.
 
 
 
Sumber  : http://hrmy.blogspot.com/2011/11/pemrosesan-file-dan-konsep-manajemen.html
Minggu ke-8 Pengembangan Keputusan dan Laporan-laporan Manajemen

Minggu ke-8 Pengembangan Keputusan dan Laporan-laporan Manajemen

Manajer dan Keputusan
Sistem informasi adalah serangkaian prosedur terorganisir yang dilaksanakan untuk memberikan informasi yang mendukung pengambilan keputusan dan kontrol dalam organisasi. Dalam suatu organisasi, aktifitas pengambilan keputusan dapat dikelompokkan menjadi tingkatan-tingkatan yang berbeda dan setiap tingkatan mempunyai sistem informasi yang berbeda pula. Tingkatan – tingkatan ini adalah :

  1. Perencanaan strategik
  2. Pengendalian manajemen
  3. Pengendalian oprasional.
Ketiga tingkatan di atas digambarkan sebagai hirarki aktifitas pengambilan keputusan.

Pada suatu organisasi, setiap tingkatan manajerial melakukan aktifitas yang berbeda-beda. Para manajer pada setiap tingkat menghadapi keputusan yang berbeda. Perbedaan dalam proses pengambilan keputusan di antara tingkatan menciptakan perbedaan dalam jenis sistem informasi yang diperlukan. Masing-masing sistem harus disesuaikan dengan problem terstruktur, semi terstruktur atau tak terstruktur yang dihadapi oleh manajer pada masing-masing tingkatan.

Sistem penunjang keputusan merupakan suatu sistem informasi yang memberikan informasi terutama pada tingkat yang lebih tinggi untuk membantu pengambilan keputusan.

Pelaporan Kepada Manajemen
Dalam sistem informasi akuntansi manajerial, informasi mengalir dalam dua arah. Arus dari puncak ke bawah berasal dari kejadian yang terjadi pada tingkatan manajemen puncak. Kejadian tersebut dicatat, dibuatkan kesimpulan dan kepada disampaikan tingkatan manajemen yang lebih rendah. Misalkan anggaran belanja periodik, yang memberikan para manajer pernyataan kuantitatif mengenai rencana organisasi. Sedangkan arus dari bawah ke atas, berawal dari kejadian yang berlangsung pada tingkatan manajemen yang lebih rendah dalam struktur organisasi dan dilaporkan pada tingkatan manajemen yang lebih tinggi dalam bentuk laporan pertanggung jawaban.

Pemrosesan File dan Konsep Manajemen Data
Sebuah file merupakan sekumpulan informasi yang tersimpan sedemikian rupa, hingga informasi yang dibutuhkan dapat diperoleh kembali apabila dibutuhkan atau untuk penggunaan selanjutnya.

Digolongkan menurut teknik penyimpanannya, file dapat berupa file manual dan file komputer. File manual menyimpan informasi yang dapat diperoleh kembali, dibaca dan digunakan oleh manusia. Sedangkan file komputer menyimpan informasi yang tidak dapat diperoleh kembali oleh manusia tanpa bantuan pemrosesan komputer.
File manual sebagian besar menggunakan filing cabinet sebagai sarana penyimpanan. Namun apapun bentuk sarana penyimpanannya, file manual menggunakan metode yang sama untuk menyusun rekaman yang ada di dalamnya.

File komputer menggunakan penyimpan magnetik seperti disket, CD atau harddisk sebagai sarana penyimpanan.

Menurut jenisnya file komputer terbagi menjadi :
- File Master
- File Transaksi
- File Cadangan (backup)
- File Arsip
- File Kasar (Scratch File)

Sistem akuntansi yang memakai komputer secara rutin menggunakan prosedur tertentu saat memproses file komputer. Operasi yang lazim pada file komputer yaitu memperbarui (update), memelihara, mengurutkan (sortir) dan menggabungkan (merge).

Untuk mengelola data digunakan suatu sistem perangkat lunak yang disebut Sistem Manajemen Database (SMD) yang merupakan seperangkat program komputer yang mengendalikan akses kepada database yang dilakukan oleh pengguna dan program aplikasi. Sistem ini memisahkan cara data secara fisik disimpan pada sarana penyimpan sekunder. SMD tidak hanya mengelola data itu sendiri tetapi juga hubungan antar data. Setiap apliksi perangkat lunak SMD mengasumsikan suatu model struktural untuk data. Model struktural yang lazim adalah struktur pohon, jaringan, dan relasional. 


Sumber :http://hrmy.blogspot.com/2011/11/pengembangan-keputusan-dan-laporan.html
Perkembangan Kebudayaan Indonesia

Perkembangan Kebudayaan Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN
 
Secara garis besar kebudayaan Indonesia dapat kita klasifikasikan dalam dua kelompok besar. Yaitu Kebudayaan Indonesia Klasik dan Kebudayaan Indonesia Modern. Para ahli kebudayaan telah mengkaji dengan sangat cermat akan kebudayaan klasik ini. Mereka memulai dengan pengkajian kebudayaan yang telah ditelurkan oleh kerajaan-kerajaan di Indonesia. Sebagai layaknya seorang pengkaji yang obyektif, mereka mengkaji dengan tanpa melihat dimensi-dimensi yang ada dalam kerajaan tersebut. Mereka mempelajari semua dimensi tanpa ada yang dikesampingkan. Adapun dimensi yang sering ada adalah seperti agama, tarian, nyanyian, wayang kulit, lukisan, patung, seni ukir, dan hasil cipta lainnya. 
 
BAB II
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah dapat dikemukakan sebagai berikut: 
1. Pengertian Kebudayaan
2. perkembangan budaya
 
 
BAB III
PEMBAHASAN
 
KEBUDAYAAN berasal dari kata budayah yang dapat diartikan sebagai hasil rasa, cipta, dan karsa manusia. Mengingat kebudayaan adalah tumpahan ekspresi hidup manusia maka budaya itu mesti dilestarikan keberadaannya dengan baik di tengah masyarakatnya. Kalau budaya adalah rasa, cipta, dan karsa manusia maka untuk hasil dari budaya itulah yang dinamakan dengan kebudayaan.
Walau ada yang mengartikan lain bahwa kebudayaan adalah proses berfikir manusia yang menghasilkan berbagai ciptaannya dalam meningkatkan taraf hidup dirinya, tapi pada dasarnya kebudayaan adalah wujud Maha Karya tangan manusia.
Melihat perkembangannya kalau ditilik dari proses berfikir manusianya ada tiga tahap yang mempengaruhi berkembang kebudayaan itu, Van Peursen dalam hal ini berpendapat bahwa ada tiga tahap bagi manusia untuk mendapatkan kebudayaannya itu. Dari tiga tahap yang dimaksud di antaranya adalah tahap Mitologis, Ontologis, dan Fungsional.
Pada tahap mitologis manusia berada dalam lingkungan yang penuh dengan dunia mistis. Yaitu suatu masa yang mempengaruhi sikap manusia bahwa ia merasa dirinya terkepung oleh hal-hal atau kekuatan ghoib yang ada di sekelilingnya. Biasanya kekuatan ghoib itu membentuk mitos-mitos yang dipercayainya sangat sakral, seperti adanya dewa-dewi atau bentuk benda yang lainnya yang ia anggap mempunyai tuah.
Supaya sesembahan mereka tidak marah atau murka terhadap mereka maka mereka akan memberi sesajen sebagai persembahan terhadap dewa-dewanya tersebut. Namun perlu diingat kalau mitologi-mitologi semacam ini hanya ada pada kehidupan masyarakat atau bangsa yang masih primitive.
Sementara itu pada tahap perkembangan yang bersifat Ontologis, mungkin kita akan mendapati sedikit dari hal-hal yang bersifat mitos itu. Yang kita dapati adalah suatu perubahan sikap manusia yang mempunyai keinginan besar untuk menyelidiki segala hal yang berhubungan dengan kondisi lingkungannya. Maka dari sini manusia tidak lagi merasa dirinya berada dalam kepungan dan kurungan zaman yang mengikat. Tetapi segala sesuatu mulai disusunnya berdasarkan hakekat terjadinya sesuatu (Ontology) dan segala hal yang mempunyai nilai dalam ilmu pengetahuan.
Kalau pada tahap yang terakhir yakni fungsional manusia mulai memperkenalkan diri ataupun mencari relasi dalam mempromosikan keahlian dirinya di tengah-tengah masyarakat. Pada tahap inilah akan kita jumpai suatu hubungan (simbiosis) yang akan membentuk suatu interaksi sosial masyarakat.
Memang dalam perkembangan budaya yang begitu amat cepat seperti sekarang ini, sepertinya manusia adalah subyek yang sangat dominan pada proses perkembangan budaya itu. Oleh sebab itulah manusia sering disebut sebagai insan yang unik. Yaitu insan yang dirinya tak pernah berhenti dalam berkarya dan menciptakan sesuatu hal yang baru.
Tapi tidaklah serta merta kalau manusia itu dapat membangun budayanya dengan cepat, cermat dan kreatif kalau tidak adanya proses yang mengiringinya. Memang benar kalau segala hal di dunia ini ada karena melewati suatu proses, termasuk budaya manusia itu sendiri. Hal ini pernah muncul pada zaman Yunani Kuno yang saat itu ada pembagian perkembangan manusia menurut zamannya.
Pada awal masanya manusia disebut sebagai Political Animal, sebab manusia saat itu mulai membentuk tatanan organisasi dalam kelompok-kelompok politik guna menyusun dan mengatur kehidupan masyarakatnya. Kemudian dalam perkembangannya manusia memasuki masa di mana ilmu pengetahuan diagungkan. Pada masa renaisans ini manusia mendapat sebutan dengan Rational Animal, mengingat kekritisan serta kemajuan manusia dalam menggunakan kekuatan rationya. Pada masa inilah manusia menghambakan dirinya kepada ilmu pengetahuan mengingat keabsahannya dijangkau oleh pikiran normal manusia.
Mengingat perkembangannya yang tak pernah berhenti itulah tak lama setelah masa renaisans, di Eropa dan Amerika mulai dari munculnya pedagang atau saudagar yang berusaha untuk mencari dan menggali sumber-sumber ekonomi yang ada di dunia guna diperdagangkan dalam upaya mendukung proses industrialisasi. Hal ini terjadi pada abad ke-19 Masehi. Masa inilah manusia disebut sebagai \"Ekonomical Animal\' karena sudah berjalannya kegiatan ekonomi di masyarakat.
Merasa tak puas dengan perkembangannya itu, dalam kelanjutannya manusia mulai mengembangkan dirinya melalui proses interaksi dan komunikasi. Hal tersebut bisa berupa komunikasi dengan lambang atau bentuk-bentuk simbol yang lainnya. Yang lebih sering kita lihat adalah melalui bahasa, seni, dan ilmu pengetahuan. Erns Cassier menyebutnya dengan masa Symbolicum Animal.
Melihat dari perjalanan sejarah perkembangan budaya di atas, rasanya tidak ada terlintas dalam fikiran ini kalau budaya itu berhenti dalam berkembang. Rasanya perubahan budaya akan tetap bergerak selamanya yakni selama adanya kehidupan manusia di dunia ini.
Mungkin hal ini sangat tepat rasanya bila dikaitkan dengan gagasan Alvin Tofler mengenai hukum dinamika dan dialektika. Yaitu walau dalam perkembangannya budaya itu terus maju dengan zamannya, tapi tidak selamanya kita bisa mengartikan kalau nilai dari budaya itu juga turut maju. Artinya kalau budaya itu terus maju tapi nilai dari budaya itulah yang bersifat relative, bisa naik dan bisa turun.
Jadi dalam budaya itu pun ada gelombang naik dan pasang surut, maju mundur, serta kondisi budaya itu yang terus bergerak tak henti-hentinya apalagi sampai terjadi gerakan yang bersifat Power Shift artinya perubahan budaya yang ada di dunia ini berintikan pada pergeseran budaya yang bergelombang. Bila tidak kita cermati dengan baik maka akan menimbulkan kegoncangan di masa depan atau bisa disebut Future Shock. Untuk itu dimanapun manusia mesti waspada Eling Lan Waspodo yaitu agar selalu ingat akan dirinya sendiri dan selalu waspada terhadap situasi dan kondisinya.
Untuk itu jangan sekali-kali kita membiarkan diri terjebak ke dalam situasi yang dapat membahayakan keselamatan kita. Dan tentunya perlu suatu sikap yang waspada dan bukan curiga dari kita semua. Walau dalam teknis tak jauh berbeda tapi dengan kita waspada maka kita akan mendapat nilai dan pandangan yang psoitif kepada diri dan orang lain, sementara curiga akan terus menyiksa diri karena akibat dari tekanan fikiran yang selalu gundah kelana.
Kalau kita melihat kondisi budaya di Indonesia dewasa ini, sepertinya kita sedang menghadapi suatu pergeseran-pergeseran atau \"Shirf\" budaya. Hal ini mungkin dapat difahami mengingat derasnya arus globalisasi yang membawa berbagai budaya baru serta ketidak mampuan kita dalam membendung serangan itu dan mempertahankan budaya dasar kita.
Kalau boleh dibilang sekarang ini bangsa Indonesia akan lebih senang dan bangga bila menggunakan model trendy ala budaya Amerika ataupun Eropa namun justru malu bukan kepayang kalau mereka memakai baju kebaya atau yang lainnya, yang dianggapnya sebagai pakaian yang norak dan kampungan mengalahkan model pakaian saat ini yang dianggapnya modern itu. Padahal bukanlah disitu letak nilai dari sebuah kemodernan. Tapi tingkat norma dan kepribadianlah yang menentukan kemodernan zaman itu.
Untuk itu guna menjaga budaya Indonesia yang beragam dan bernilai itu. Maka sebagai bangsa kita musti menyadari kalaulah budaya kita itu yang lebih amat bermoral dan bernilai bila dibandingkan dengan budaya lain. Oleh karenanya jangan sampai ada imperialisme budaya yang bertengger di negara yang kita cintai ini. Yakni Indonesia.
Otonomi Daerah

Otonomi Daerah

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Otonomi daerah merupakan kemandirian suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri. Jadi, apabila suatu daerah tidak memiliki kemandirian maka daerah tersebut belum dikatakan daerah yang sempurna.
Dalam pembuatan makalah ini, bertujuan agar pembaca dapat mengerti atau memahami pentingnya pelaksanaan otonomi daerah. Serta dapat menganalisis hubungan otonomi daerah dengan demokratisasi.

B. Pokok Masalah
1. Mengapa otonomi daerah perlu diketahui/dipelajari?
2. Apa yang menjadi visi-visi otonomi daerah?
3. Bagaimana otonomi daerah dapat berjalan dengan lancar?

C. Metode Pembahasan
1. Menjelaskan pengertian otonomi daerah.
2. Mengungkapkan beberapa pendapat tentang otonomi daerah.
3. Memberikan penjelasan mengenai hubungan antar otonomi daerah dan demokratisasi.


BAB III
PEMBAHASAN

OTONOMI DAERAH

1. Arti Otonomi Daerah
Berbagai definisi tentang desentralisasi dan otonomi daerah telah banyak dikemukakan oleh pakar sebagai bahan perbandingan dan bahasan dalam upaya menemukan pengertian yang mendasar tentang pelaksanaan otonomi daerah sebagai manifestasi desentralisasi. Otonomi dalam makna sempit dapat diartikan sebagai mandiri. Sedangkan dalam makna yang lebih luas diartikan sebagai “berdaya”. Jadi, otonomi daerah adalah kemandirian suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri. Jika daerah sudah mampu mencapai kondisi tersebut maka daerah apat dikatakan sudah berdaya untuk melakukan apa saja secara mandiri tanpa tekanan dari luar.
Desentralisasi didefinisikan United Nations (PBB) hanya menjelaskan proses kewenangan yang diserahkan pusat kepada daerah. Proses itu melalui dua cara yaitu dengan delegasi kepada pejabat-pejabat di daerah (deconcentration) atau dengan devolution kepada badan-badan otonomi daerah.
1) M. Turner dan D. Hulne (dalam Teguh Yuwono, ed., 2001,h.27)
Berpandangan bahwa yang dimaksud dengan desentralisasi adalah transfer kewenangan untuk menyelenggarakan beberapa pelayanan kepada publik dari seseorang atau agen pemerintah pusat kepada beberapa individu atau agen lain yang lebih dekat kepada publik yang dilayani. Landasan yang mendasari transfer ialah teritorial dan fungsional. Teritorial adalah menempatkan kewenangan kepada level pemerintahan yang lebih rendah dalam wilayah hirarkis yang secara geografis lebih dekat pada penyedia layanan dan yang dilayani. Fungsional adalah transfer kewenangan kepada agen yang fungsional terspesialisasi. Transfer kewenangan secara fungsional ini memiliki tiga tipe: pertama, apabila pendelegasian kewenangan itu didalam struktur politik formal misalnya; dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Kedua, jika transfer itu sebuah kementrian kepada kantor kementrian yang ada didaerah. Ketiga, jika tansfer tersebut dari institusi negara kepada agen non negara,; misalnya penjualan aset pelayanan publik seperti telepon atau penerbangan kepada sebuah perusahaan.
2) Rondinelli
Mendefinisikan desentralisasi sebagai transfer tanggung jawab dalam perencanaan, manajemen dan alokasi sumber-sumber dari pemerintah pusat, unit yang ada dibawah level pemerintah, otoritas atau korporasi publik semi otonomi, otoritas regional atau fungsional dalam wilayah yang luas, atau lembaga privat non pemerintah dan organisasi nirlaba (Teguh Yuwono, ed.,2001,h.28).

2. Arti Penting Otonomi Daerah – Desentralisasi
Ada beberapa alasan mengapa kebutuhan terhadap desentralisasi di Indonesia saat ini dirasakan sangat mendesak.
1) Kehidupan berbangsa dan bernegara selama ini sangat terpusat di Jakarta. Sementara itu pembangunan di beberapa wilayah lain di lalaikan.
2) Pembagian kekayaan secara tidak adil dan merata.
3) Kesenjangan sosial (dalam makna seluas-luasnya) antara satu daerah dengan daerah lain sangat terasa. Pembangunan fisik di satu daerah berkembang pesat sekali, sedangkan pembangunan di banyak daerah masih lamban dan bahkan terbengkalai.
Sementara lain ada alasan lain yang didasarkan pada kondisi ideal, sekaligus memberikan landasan filosofis bagi penyelenggaraan pemerintah daerah (desentralisasi) sebagaimana dinyatakan oleh The Liang Gie sebagai berikut (Jose Riwu Kaho, 2001,h.8):
1. Dari sudut politik sebagai permainan kekuasaan, desentralisasi dimaksudkan untuk mencegah penumpukan kekuasaan pada satu pihak saja yang pada akhirnya dapat menimbulkan tirani.
2. Dalam bidang politik, penyelenggaraan desentralisasi dianggap sebagai tindakan pendemokrasian, untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih diri dalam mempergunakan hak-hak demokrasi.
3. Dari sudut teknik organisatoris pemerintahan, alasan mengadakan pemerintahan daerah (desentralisasi) adalah semata-mata untuk mencapai suatu pemerintahan yang efisien. Apa yang dianggap lebih utama untuk diurus oleh pemerintah setempat, pengurusannya diserahkan pada daerah.
4. Dari sudut kultur, desentralisasi perlu diadakan supaya adanya perhatian sepenuhnya ditumpukan kepada kekhususan sesuatu daerah, seperti geografi, keadaan penduduk, kegiatan ekonomi, watak kebudayaan atau latar belakang sejarahnya.
5. Dari sudut kepentingan pembangunan ekonomi, desentralisasi diperlukan karena pemerintah daerah dapat lebih banyak dan secara langsung dapat membantu pembangunan tersebut.
Diantara beberapa argumen tersebut dalam memilih desentralisasi, otonomi yaitu :
1. Untuk terciptanya efisiensi-efektivas penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintahan berfungsi mengelola berbagai dimensi kehidupan seperti bidang sosial, kesejahteraan masyarakat, ekonomi, keuangan, politik, integrasi sosial, pertahanan, keamanan dalam negeri, dll. Selain itu juga mempunyai fungsi distributif akan hal yang telah diungkapkan, fungsi regulatif baik yang menyangkut penyediaan barang dan jasa, dan fungsi ekstraktif yaitu memobilisasi sumber daya keuangan dalam rangka sarana membiayai aktifitas penyelenggaraan negara.
2. Sebagai sarana pendidikan politik. Banyak kalangan ilmuan politik berargumentasi bahwa pemerintahan daerah merupakan kancah pelatihan (training ground) dan pengembangan demokrasi dalam sebuah negara. Alexis de’ Tocqueville mencatat bahwa “town meetings are to leberty what primary schools are to science; the bring it within the people reach, they teach men how to use and how to enjoy it. John Stuart Mill dalam tulisannya “Represcentative Goverment” menyatakan bahwa pemerintahan daerah akan menyediakan kesempatan bagi warga masyarakat untuk berpartisipasi politik, baik dalam rangka memilih atau kemungkinan untuk dipilih dalam suatu jabatan politik.
3. Pemerintahan daerah sebagai persiapan untuk karir politik lanjutan. Banyak kalangan ilmuan politik sepakat bahwa pemerintah daerah merupakan langkah persiapan untuk meniti karir lanjutan, terutama karir di bidang politik dan pemerintahan ditingkat nasional.
4. Stabilitas politik, Sharpe berargumentasi bahwa stabilitas politik nasional mestinya berawal dari stabilitas politik pada tingkat lokal. Hal ini dilihat dari terjadinya pergolakan daerah pada tahun 1957 – 1958 dengan puncaknya adalah kehadiran dari PRRI dan PERMESTA, karena daerah melihat kenyataan kekuasaan pemerintah Jakarta yang sangat dominan.
5. Kesetaraan politik (political equality). Dengan dibentuknya pemerintahan daerah maka kesetaraan politik diantara berbatgai komponen masyarakat akan terwujud.
6. Akuntabilitas publik. Demokrasi memberikan ruang dan peluang kepada masyarakt, termasuk didaerah, untuk berpartisipasi dalam segala bentuk kegiatan penyelenggaraan negara.

3. Visi Otonomi Daerah
1) Politik
Karena otonomi adalah buah dari kebijakan desentalisasi dan demokrasi, maka ia harus dipahami sebagai sebuah proses untuk membuka ruang bagi lahirnya kepala pemerintahan daerah yang dipilih secara demokratis, memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan pemerintah yang respontif terhadap kepentingan masyarakat luas dan memelihara mekanisme pengambilan keputusan yang taat pada asas pertanggung jawaban publik.
2) Ekonomi
Otonomi daerah disatu pihak harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan. Ekonomi didaerah, dan dipihak lain terbukanya peluang bagi pemerintahan daerah mengembangkan kebijakan regional dan lokal untuk mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi didaerahnya.
3) Sosial dan budaya
Otonomi daerah harus dikelola sebaik mungkin demi menciptakan dan memelihara harmoni sosial, dan pada saat yang sama memelihara nilai-nilai lokal yang dipandang kondusif dalam menciptakan kemampuan masyarakat untuk merespon dinamika kehidupan disekitarnya.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
- Otonomi daerah merupakan kemandirian suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri.
- Desentralisasi merupakan pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
- Arti penting otonomi daerah :
1) Untuk terciptanya efisien – efektivitas penyelenggaraan pemerintahan.
2) Sebagai sarana pendidikan politik
3) Pemerintahan daerah sebagai persiapan untuk karir politik lanjutan.
4) Stabilitas politik
5) Kesetaraan politik
6) Akuntabilitas publik.

Daftar Pustaka
Makalah, Skripsi, Karya Ilmiyah, Artikel, Bisnis Online
Under Creative Commons License: Attribution Share Alike
Pentingnya Pendidikan Moral

Pentingnya Pendidikan Moral

Bab 1
Pendahuluan

Memang harus kita akui ada diantara (oknum) generasi muda saat ini yang mudah emosi dan lebih mengutamakan otot daripada akal pikiran. Kita lihat saja, tawuran bukan lagi milik pelajar SMP dan SLTA tapi sudah merambah dunia kampus (masih ingat kematian seorang mahasiswa di Universitas Jambi, awal tahun 2002 akibat perkelahian didalam kampus). Atau kita jarang (atau belum pernah) melihat demonstrasi yang santun dan tidak menggangu orang lain baik kata-kata yang diucapkan dan prilaku yang ditampilkan. Kita juga kadang-kadang jadi ragu apakah demonstrasi yang dilakukan mahasiswa murni untuk kepentingan rakyat atau pesanan sang pejabat.
Selain itu, berita-berita mengenai tindakan pencurian kendaraan baik roda dua maupun empat, penguna narkoba atau bahkan pengedar, pemerasan dan perampokan yang hampir setiap hari mewarnai tiap lini kehidupan di negara kita tercinta ini banyak dilakukan oleh oknum golongan terpelajar. Semua ini jadi tanda tanya besar kenapa hal tersebut terjadi?. Apakah dunia Pendidikan (dari SD sampai PT) kita sudah tidak lagi mengajarkan tata susila dan prinsip saling sayang – menyayangi kepada siswa atau mahasiswanya atau kurikulum pendidikan tinggi sudah melupakan prinsip kerukunan antar sesama? Atau inikah hasil dari sistim pendidikan kita selama ini ? atau Inikah akibat perilaku para pejabat kita?
Dilain pihak, tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme yang membuat bangsa ini morat-marit dengan segala permasalahanya baik dalam bidang keamanan, politik, ekonomi, sosial budaya serta pendidikan banyak dilakukan oleh orang orang yang mempunyai latar belakang pendidikan tinggi baik dalam negri maupun luar negri. Dan parahnya, era reformasi bukannya berkurang tapi malah tambah jadi. Sehingga kapan krisis multidimensi inI akan berakhir belum ada tanda-tandanya.


Bab 2
Pembahasan

PERLU PENDIDIKAN YANG BERMORAL
Kita dan saya sebagai Generasi Muda sangat perihatin dengan keadaan generasi penerus atau calon generasi penerus Bangsa Indonesai saat ini, yang tinggal, hidup dan dibesarkan di dalam bumi republik ini. Untuk menyiapkan generasi penerus yang bermoral, beretika, sopan, santun, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa perlu dilakukan hal-hal yang memungkin hal itu terjadi walaupun memakan waktu lama.
Pertama, melalui pendidikan nasional yang bermoral (saya tidak ingin mengatakan bahwa pendidikan kita saat ini tidak bermoral, namun kenyataanya demikian di masyarakat). Lalu apa hubungannya Pendidikan Nasional dan Nasib Generasi Penerus? Hubungannya sangat erat. Pendidikan pada hakikatnya adalah alat untuk menyiapkan sumber daya manusia yang bermoral dan berkualitas unggul. Dan sumber daya manusia tersebut merupakan refleksi nyata dari apa yang telah pendidikan sumbangankan untuk kemajuan atau kemunduran suatu bangsa. Apa yang telah terjadi pada Bangsa Indonesia saat ini adalah sebagai sumbangan pendidikan nasional kita selama ini.
Pendidikan nasional selama ini telah mengeyampingkan banyak hal. Seharusnya pendidikan nasional kita mampu menciptakan pribadi (generasi penerus) yang bermoral, mandiri, matang dan dewasa, jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berperilaku santun, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok.Tapi kenyataanya bisa kita lihat saat ini. Pejabat yang melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme baik di legislative, ekskutif dan yudikatif semuanya orang-orang yang berpendidikan bahkan tidak tanggung-tanggung, mereka bergelar dari S1 sampai Prof. Dr. Contoh lainnya, dalam bidang politik lebih parah lagi, ada partai kembar , anggota dewan terlibat narkoba, bertengkar ketika sidang, gontok-gontokan dalam tubuh partai karena memperebutkan posisi tertentu (Bagaimana mau memperjuangkan aspirasi rakyat kalau dalam diri partai saja belum kompak).
Dan masih ingatkah ketika terjadi jual beli kata-kata umpatan (”bangsat”) dalam sidang kasus Bulog yang dilakukan oleh orang-orang yang mengerti hukum dan berpendidikan tinggi. Apakah orang-orang seperti ini yang kita andalkan untuk membawa bangsa ini kedepan? Apakah mereka tidak sadar tindak-tanduk mereka akan ditiru oleh generasi muda saat ini dimasa yang akan datang? Dalam dunia pendidikan sendiri terjadi penyimpangan-penyimpang yang sangat parah seperti penjualan gelar akademik dari S1 sampai S3 bahkan professor (dan anehnya pelakunya adalah orang yang mengerti tentang pendidikan), kelas jauh, guru/dosen yang curang dengan sering datang terlambat untuk mengajar, mengubah nilai supaya bisa masuk sekolah favorit, menjiplak skripsi atau tesis, nyuap untuk jadi pegawai negeri atau nyuap untuk naik pangkat sehingga ada kenaikan pangkat ala Naga Bonar.
Di pendidikan tingkat menengah sampai dasar, sama parahnya, setiap awal tahun ajaran baru. Para orang tua murid sibuk mengurusi NEM anaknya (untungsnya, NEM sudah tidak dipakai lagi, entah apalagi cara mereka), kalau perlu didongkrak supaya bisa masuk sekolah-sekolah favorit. Kalaupun NEM anaknya rendah, cara yang paling praktis adalah mencari lobby untuk memasukan anaknya ke sekolah yang diinginkan, kalau perlu nyuap. Perilaku para orang tua seperti ini (khususnya kalangan berduit) secara tidak langsung sudah mengajari anak-anak mereka bagaimana melakukan kecurangan dan penipuan. (makanya tidak aneh sekarang ini banyak oknum pejabat jadi penipu dan pembohong rakyat). Dan banyak lagi yang tidak perlu saya sebutkan satu per satu dalam tulisan ini.
Kembali ke pendidikan nasional yang bermoral (yang saya maksud adalah pendidikan yang bisa mencetak generasi muda dari SD sampai PT yang bermoral. Dimana proses pendidikan harus bisa membawa peserta didik kearah kedewasaan, kemandirian dan bertanggung jawab, tahu malu, tidak plin-plan, jujur, santun, berahklak mulia, berbudi pekerti luhur sehingga mereka tidak lagi bergantung kepada keluarga, masyarakat atau bangsa setelah menyelesaikan pendidikannya.Tetapi sebaliknya, mereka bisa membangun bangsa ini dengan kekayaan yang kita miliki dan dihargai didunia internasional. Kalau perlu bangsa ini tidak lagi mengandalkan utang untuk pembangunan. Sehingga negara lain tidak seenaknya mendikte Bangsa ini dalam berbagai bidang kehidupan.
Dengan kata lain, proses transformasi ilmu pengetahuan kepada peserta didik harus dilakukan dengan gaya dan cara yang bermoral pula. Dimana ketika berlangsung proses tranformasi ilmu pengetahuan di SD sampai PT sang pendidik harus memiliki moralitas yang bisa dijadikan panutan oleh peserta didik. Seorang pendidik harus jujur, bertakwa, berahklak mulia, tidak curang, tidak memaksakan kehendak, berperilaku santun, displin, tidak arogan, ada rasa malu, tidak plin plan, berlaku adil dan ramah di dalam kelas, keluarga dan masyarakat. Kalau pendidik mulai dari guru SD sampai PT memiliki sifat-sifat seperti diatas. Negara kita belum tentu morat-marit seperti ini.
Kedua, Perubahan dalam pendidikan nasional jangan hanya terpaku pada perubahan kurikulum, peningkatan anggaran pendidikan, perbaikan fasilitas. Misalkan kurikulum sudah dirubah, anggaran pendidikan sudah ditingkatkan dan fasilitas sudah dilengkapi dan gaji guru/dosen sudah dinaikkan, Namun kalau pendidik (guru atau dosen) dan birokrat pendidikan serta para pembuat kebijakan belum memiliki sifat-sifat seperti diatas, rasanya perubahan-perubahan tersebut akan sia-sia. Implementasi di lapangan akan jauh dari yang diharapkan Dan akibat yang ditimbulkan oleh proses pendidikan pada generasi muda akan sama seperti sekarang ini. Dalam hal ini saya tidak berpretensi menyudutkan guru atau dosen dan birokrat pendidikan serta pembuat kebijakan sebagai penyebab terpuruknya proses pendidikan di Indonesia saat ini. Tapi adanya oknum yang berperilaku menyimpang dan tidak bermoral harus segera mengubah diri sedini mungkin kalau menginginkan generasi seperti diatas.
Selain itu, anggaran pendidikan yang tinggi belum tentu akan mengubah dengan cepat kondisi pendidikan kita saat ini. Malah anggaran yang tinggi akan menimbulkan KKN yang lebih lagi jika tidak ada kontrol yang ketat dan moralitas yang tinggi dari penguna anggaran tersebut. Dengan anggaran sekitar 6% saja KKN sudah merajalela, apalagi 20-25%.
Ketiga, Berlaku adil dan Hilangkan perbedaan. Ketika saya masih di SD dulu, ada beberapa guru saya sangat sering memanggil teman saya maju kedepan untuk mencatat dipapan tulis atau menjawab pertanyaan karena dia pintar dan anak orang kaya. Hal ini juga berlanjut sampai saya kuliah di perguruan tinggi. Yang saya rasakan adalah sedih, rendah diri, iri dan putus asa sehingga timbul pertanyaan mengapa sang guru tidak memangil saya atau yang lain. Apakah hanya yang pintar atau anak orang kaya saja yang pantas mendapat perlakuan seperti itu.? Apakah pendidikan hanya untuk orang yang pintar dan kaya? Dan mengapa saya tidak jadi orang pintar dan kaya seperti teman saya? Bisakah saya jadi orang pintar dengan cara yang demikian?
Dengan contoh yang saya rasakan ini (dan banyak contoh lain yang sebenarnya ingin saya ungkapkan), saya ingin memberikan gambaran bahwa pendidikan nasional kita telah berlaku tidak adil dan membuat perbedaan diantara peserta didik. Sehingga generasi muda kita secara tidak langsung sudah diajari bagaimana berlaku tidak adil dan membuat perbedaan. Jadi, pembukaan kelas unggulan atau kelas akselerasi hanya akan membuat kesenjangan sosial diantara peserta didik, orang tua dan masyarakat. Yang masuk di kelas unggulan belum tentu memang unggul, tetapi ada juga yang diunggul-unggulkan karena KKN. Yang tidak masuk kelas unggulan belum tentu karena tidak unggul otaknya tapi karena dananya tidak unggul. Begitu juga kelas akselerasi, yang sibuk bukan peserta didik, tapi para orang tua mereka mencari jalan bagaimana supaya anaknya bisa masuk kelas tersebut.
Kalau mau membuat perbedaan, buatlah perbedaan yang bisa menumbuhkan peserta didik yang mandiri, bermoral. dewasa dan bertanggungjawab. Jangan hanya mengadopsi sistem bangsa lain yang belum tentu cocok dengan karakter bangsa kita. Karena itu, pembukaan kelas unggulan dan akselerasi perlu ditinjau kembali kalau perlu hilangkan saja.
Contoh lain lagi , seorang dosen marah-marah karena beberapa mahasiswa tidak membawa kamus. Padahal Dia sendiri tidak pernah membawa kamus ke kelas. Dan seorang siswa yang pernah belajar dengan saya datang dengan menangis memberitahu bahwa nilai Bahasa Inggrisnya 6 yang seharusnya 9. Karena dia sering protes pada guru ketika belajar dan tidak ikut les dirumah guru tersebut. Inikan! contoh paling sederhana bahwa pendidikan nasional kita belum mengajarkan bagaimana berlaku adil dan menghilangkan Perbedaan.


Bab 3
Penutup

Harapan
Dengan demikian, apabila kita ingin mencetak generasi penerus yang mandiri, bermoral, dewasa dan bertanggung jawab. Konsekwensinya, Semua yang terlibat dalam dunia pendidikan Indonesia harus mampu memberikan suri tauladan yang bisa jadi panutan generasi muda. jangan hanya menuntut generasi muda untuk berperilaku jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berprilaku santun, bermoral, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok.
Tapi para pemimpin bangsa ini tidak melakukannya. Maka harapan tinggal harapan saja. Karena itu, mulai sekarang, semua pejabat mulai dari level tertinggi hingga terendah di legislative, eksekutif dan yudikatif harus segera menghentikan segala bentuk petualangan mereka yang hanya ingin mengejar kepentingan pribadi atau kelompok sesaat dengan mengorbankan kepentingan negara. Sehingga generasi muda Indonesia memiliki panutan-panutan yang bisa diandalkan untuk membangun bangsa ini kedepan.

Daftar Pustaka
http://clipvideodatingz.dagdigdug.com/category/artikel/
Demokrasi di Indonesia

Demokrasi di Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Demokrasi adalah sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah segara tersebut. Salah satu pilar demokrrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif, legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain.
Kesejajaran ketiga jenis lembaga negara inidiperlukan agar bisa saling mengawasi dan saling mengontrol. Ketiga jenis lembaga tersebut adalah lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan yudikatif dan lembaga perwakilan rakyat memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Dibawah sistem ini keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat ata5u oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legoslatif.

1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut:
  1. Apa arti istilah dan sejarah demokrasi?
  2. Apa contoh tindakan yang menentang demokrasi?
  3. Bagaimana demokrasi di Indonesia?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini selain untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah pendidikan kewarganegaraan tetapi juga untuk memberikan informasi dan pengetahuan kepada pembaca mengenai arti istilah dan sejarah demokrasi, contoh tindakan yang menentang demokrasi, dan pelaksanaan demokrasi di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Arti Istilah dan Sejarah Demokrasi
Istilah “demokrasi” berasal dari yunani kuno yang diutarakan di Athena Kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” di banyak negara.
Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos /cratein yang berarti pemerintahan. Sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.
Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Prinsip semacam ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.
Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain, misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa memperdulikan aspirasi rakyat, tidak akan membawa kebaikan untuk rakyat.
Intinya, setiap lembaga negara bukan saja harus akuntabel (accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntibilitas dari setiap lembaga negara dan mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan lembaga negara tersebut.

2.2 Contoh Tindakan yang Menentang Demokrasi
Salah satu contoh tindakan yang menentang demokrasi di Indonesia adalah korupsi. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum. Korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidakseimbangan dalam pelayanan masyarakat. Korupsi bisa menyebabkan sulitnya legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
Contoh lain tindakan yang menentang demokrasi adalah pemidanaan salah satu jurnalis Ambon, Juhry Samanery yang dikeroyok oleh pegawai PN Ambon karena meliput persidangan mantan wakil bupati Maluku Tenggara Barat, Lukas Uwuratuw dalam kasus korupsi. Padahal proses persidangan dinyatakan terbuka namun pada saat pengadilan berlangsung, para pekerja media dihalang-halangi masuk oleh pegawai PN. Sehingga terjadi perdebatan yang berakhir pemukulan. Pemidanaan juhry bukan sekedar tindakan melawan hukum, lebih dari itu hal tersebut merupakan tindakan menentang hak masyarakat atas kebebasan informasi, dan dengan demikian melawan demokrasi.

2.3 Demokrasi di Indonesia
Demokrasi di negara Indonesia sudah mengalami kemajuan yang pesat. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan dibebaskan menyelenggarakan kebebasan pers, kebebasan masyarakat dalam berkeyakinan, berbicara, berkumpul, mengeluarkan  pendapat, mengkritik bahkan mengawasi jalannya pemerintahan. Tapi bukan berarti demokrasi di Indonesia saat ini sudah berjalan sempurna. Masih banyak persoalan yang muncul terhadap pemerintah yang belum sepenuhnya bisa menjamin kebebasan warga negaranya. Seperti meningkatnya angka pengangguran, bertambahnya kemacetan di jalan, semakin parahnya banjir, dan masalah korupsi.
Dalam kehidupan berpolitik di setiap negara yang kerap selalu menikmati kebebasan berpolitik namun tidak semua kebebasan berpolitik berjalan sesuai dengan yang diinginkan, karena pada hakikatnya semua sistem politik mempunyai kekuatan dan kelemahannya masing-masing. Demokrasi adalah sebuah proses yang terus menerus merupakan gagasan dinamis yang terkait erat dengan perubahan. Jika suatu negara mampu menerapkan kebebasan, keadilan, dan kesejahteraan dengan sempurna, maka negara tersebut adalah negara yang sukses menjalankan sistem demokrasi. Sebaliknya, jika suatu negara itu gagal menggunakan sistem pemerintahan demokrasi, maka negara itu tidak layak disebut sebagai negara demokrasi. Oleh karena itu, kita sebagai warga negara Indonesia yang menganut sistem pemerintahan yang demokrasi, kita sudah sepatutnya untuk terus menjaga, memperbaiki, dan melengkapi kualitas-kualitas demokrasi yang sudah ada. Demi tercapainya suatu kesejahteraan, tujuan dari cita-cita demokrasi yang sesungguhnya akan mengangkat Indonesia kedalam suatu perubahan.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Istilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena Kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” dibanyak negara.
Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.
Negara Indonesia menunjukkan sebuah Negara yang sukses menuju demokrasi sebagai bukti yang nyata, dalam pemilihan langsung presiden dan wakil presiden. Selain itu bebas menyelenggarakan kebebasan pers. Semua warga negara bebas berbicara, mengeluarkan pendapat, mengkritik bahkan mengawasi jalannya pemerintahan. Demokrasi memberikan kebebasan untuk mengeluarkan pendapat bahkan dalam memilih salah satu keyakinanpun dibebaskan.
Pelaksanaan demokrasi di Indonesia yang meliputi: pada masa orde lama, orde baru, masa reformasi yang terdiri dari: Reformasi pada masa B.J. Habiebie, Megawati Soekarno Putri, Abdurrahman Wahid/Gusdur, hingga presiden yang sekarang Susilo Bambang Yudhoyono.

DAFTAR PUSTAKA
Jutmini, Sri. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Solo: Tiga Seangkai Pustaka Mandiri
Syarifudin. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan. Bogor: Pustaka Gemilang

http://wawan-junaidi.blogspot.com/2009/06/sejarah-dan-perkembangan-demokrasi.html
http://www.balagu.com/Hakim%20Tengku%20Oyong%20Dilaporkan%20ke%20Dewan%20Pers
http://id.wikipedia.org/wiki/Otonomi_daerah
http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi
http://www.epuljapanese.co.cc/2010/11/makalah-demokrasi.html

Hak Asasi Manusia (HAM)

Hak Asasi Manusia (HAM)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri. Dalam hal ini penulis merasa tertarik untuk membuat makalah tentang HAM. Maka dengan ini penulis mengambil judul “Hak Asasi Manusia”.

1.2  Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut:
1. Pengertian HAM ?
2.Ciri-ciri HAM ?
3. Penanggung jawab HAM ?
4.Contoh-contoh pelanggaran HAM ?

1.3  Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini selain untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah pendidikan kewarganegaraan tetapi juga untuk memberikan informasi dan pengetahuan kepada pembaca mengenai Hak Asasi Manusia.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian HAM
Pengertian
- HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia, sesuai dengan kodratnya (Kaelan: 2002).
- Menurut pendapat Jan Materson (dari komisi HAM PBB), dalam Teaching Human Rights, United Nations sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa menegaskan bahwa HAM adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.
- John Locke menyatakan bahwa HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. (Mansyur Effendi, 1994).
- Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia” Ciri Pokok Hakikat HAM

2.2 Ciri-ciri HAM
Beberapa ciri pokok hakikat HAM yaitu:
  1. HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi. HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis.
  2. HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal-usul sosial dan bangsa.
  3. HAM tidak bisa dilanggar. Tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah Negara membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM (Mansyur Fakih, 2003).

2.3  Penanggung jawab dlm penegakkan,pemajuan,perlindungan dan pemenuhan HAM
Tanggung jawab pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM tidak saja dibebankan kepada negara, melainkan juga kepada individu warga negara. Artinya negara dan individu sama-sama memiliki tanggung jawab terhadap pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM. Karena itu, pelanggaran HAM sebenarnya tidak saja dilakukan oleh negara kepada rakyatnya, melainkan juga oleh rakyat kepada rakyat yang disebut dengan pelanggaran HAM secara horizontal

2.4 Contoh-Contoh Kasus Pelanggaran HAM
a.Terjadinya penganiayaan pada praja STPDN oleh seniornya dengan dalih pembinaan yang menyebabkan meninggalnya Klip Muntu pada tahun 2003.
b.Dosen yang malas masuk kelas atau malas memberikan penjelasan pada suatu mata kuliah kepada mahasiswa merupakan pelanggaran HAM ringan kepada setiap mahasiswa.
c.Para pedagang yang berjualan di trotoar merupakan pelanggaran HAM terhadap para pejalan kaki, sehingga menyebabkan para pejalan kaki berjalan di pinggir jalan sehingga sangat rentan terjadi kecelakaan.
d.Para pedagang tradisioanal yang berdagang di pinggir jalan merupakan pelanggaran HAM ringan terhadap pengguna jalan sehingga para pengguna jalan tidak bisa menikmati arus kendaraan yang tertib dan lancar.
e.Orang tua yang memaksakan kehendaknya agar anaknya masuk pada suatu jurusan tertentu dalam kuliahnya merupakan pelanggaran HAM terhadap anak, sehingga seorang anak tidak bisa memilih jurusan yang sesuai dengan minat dan bakatnya.

BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita ingat bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain. Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan RI, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang, kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan HAM.




DAFTAR PUSTAKA
WAWASAN NUSANTARA KITA

WAWASAN NUSANTARA KITA

BAB I

 1.1
Latar Belakang.
           Kedudukan manusia didunia adalah sebagai hamba Tuhan  Yang Maha Esa dan sebagai khalifah dibbumi yang memiliki kewajiban mengelola dan juga menjaga segala sesuatu yang berhubungan dengan kelestarian dan keseinbangan alam kita agar alam dapat kita manfaatkan dengan maksimal. Segala sesuatu yang ada dialam sangan kita butuhkan dalam kelangsungan hidup manusia dibumi.

          Indonesia sebagai negara kepulauan dengan masyarakat yang memiliki berbagai perbedaan buday serta adat istiadat dan negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah baik yang berasal dari laut maupun dari daratan, adalahkewajiban kita sebagai rakyat indonesia untuk iut bertanggung jawab dalam menjaga kelastarian alam indonesia.

          Untuk itu kita perlu dan sangan penting untuk tau segala pengetahuan dan wawasan mengenai segala esuatu yang berhubungan dengan alam dan segala kegiatan yang berlangsung dilingkungan kita yang akan mempengaruhi kelangsungan hidup kita.

Latar Belakang Konsepsi Wawasan Nusantara kita
Latar belakang yang mempengaruhi tumbuhnya konsespi wawasan nusanatara adalah sebagai berikut :

Aspek Historis
Dari segi sejarah, bahwa bangsa Indonesia menginginkan menjadi bangsa yang bersatu
dengan wilayah yang utuh adalah karena dua hal yaitu  :

1. Kita pernah mengalami kehidupan sebagai bangsa yang terjajah dan terpecah, kehidupan sebagai bangsa yang terjajah adalah penederitaaan, kesengsaraan, kemiskinan dan kebodohan. Penjajah juga menciptakan perpecahan dalam diri bangsa Indonesia. Politik Devide et impera. Dengan adanya politik ini orang- orang Indonesia justru melawan bangsanya sendiri. Dalam setiap perjuangan melawan penjajah selalu ada pahlawan, tetapi juga ada pengkhianat bangsa.

2. Kita pernah memiliki wilayah yang terpisah-pisah, secara historis wilayah Indonesia adalah wialayah bekas jajahan Belanda . Wilayah Hindia Belanda ini masih terpisah-pisah berdasarkan ketentuan Ordonansi 1939 dimana laut territorial Hindia Belanda adalah sejauh 3 (tiga) mil. Dengan adanya ordonansi tersebut , laut atau perairan yang ada diluar 3 mil tersebut merupakan lautan bebas dan berlaku sebagai perairan internasional. Sebagai bangsa yang terpecah- pecah dan terjajah, hal ini jelas merupakan kerugian besar bagi bangsa Indonesia.Keadaan tersebut tidak mendudkung kita dalam mewujudkan bangsa yang merdeka, bersatu dan berdaulat.Untuk bisa keluar dari keadaan tersebut kita membutuhkan semangat kebangsaan yang melahirkan visi bangsa yang bersatu. Upaya untuk mewujudkan wilayah Indonesia sebagai wilayah yang utuh tidak lagi terpisah baru terjadi 12 tahun kemudian setelah Indonesia merdeka yaitu ketika Perdana Menteri Djuanda mengeluarkan pernyataan yang selanjutnya disebut sebagai Deklarasi Djuanda pada 13 Desember 1957. Isi pokok dari deklarasi tersebut menyatakan bahwa laut territorial Indonesia tidak lagi sejauh 3 mili melainkan selebar 12 mil dan secara resmi menggantikam Ordonansi 1939. Dekrasi Djuanda juga dikukuhkan dalam UU No.4/Prp Tahun 1960 tenatang perairan Indonesia yang berisi :
1. Perairan Indonesia adalah laut wilayah Indonesia beserta perairan
pedalaman Indonesia
2. Laut wilayah Indonesia adalah jalur laut 12 mil laut
3. Perairan pedalaman Indonesia adalah semua perairan yang terletak pada sisi dalam dari garis dasar.

Keluarnya Deklarasi Djuanda melahirkan konsepsi wawasan Nusantara dimana laut tidak lagi sebagai pemisah, tetapi sebagai penghubung.UU mengenai perairan Indonesia diperbaharui dengan UU No.6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia
 Deklarasi Djuanda juga diperjuangkan dalam forum internasional. Melalui perjuangan panjanag akhirnya Konferensi PBB tanggal 30 April menerima “ The United Nation Convention On The Law Of the Sea”(UNCLOS) . Berdasarkan Konvensi Hukum Laut 1982 tersebut Indonesia diakui sebagai negara dengan asas Negara Kepulauan (Archipelago State).

Aspek Geografis dan Sosial Budaya
Dari segi geografis dan Sosial Budaya, Indonesia meruapakan negara bangsa dengan wialayah dan posisi yang unik serta bangsa yang heterogen. Keunikan wilayah dan dan heterogenitas menjadikan bangsa Indonesia perlu memilikui visi menjadi bangsa yang satu dan utuh . 



 Aspek Geopolitis dan Kepentingan Nasional

Prinsip geopolitik bahwa bangsa Indonesia memanndang wikayahnya sebagai ruang hidupnya namun bangsa Indonesia tidak ada semangat untuk memperluas wilayah sebagai ruang hidup (lebensraum). Salah satu kepentingan nasional Indonesia adalah bangaimanan menjadikan bangsa dan wilayah negara Indonesia senantiasa satu dan utuh. Kepentingan nasional itu merupakan turunan lanjut dari cita-cita nasional, tujuan nasional maupun visi nasional

 I.2.
Rumusan Masalah.
Di dalam makalah ini yang berjudul “Wawasan Nusantara” mempunyai beberapa

rumusan masalah yaitu:
1. Pengertian dari wawasan nusantara.
2. Latar belakang filosofis dari wawasan nusantara.
3. Kedudukan, fungsi dan tujuan wawasan nusantara.
4. Faktor – faktor yang mempengaruhi wawasan nusantara.
5. Arah pandang wawasan nusantara.
6. Implementasi serta tantangan yang dihadapi dari wawasan nusantara.

  1.3.
Pengertian Tujuan Wawasan Nusantara
Makalah wawasan nusantara ini mempunyai beberapa tujuan yaitu:

• Menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah Kewarganegaraan.
• Untuk mengetahui unsur – unsur dari wawasan nusantara.
• Untuk mengetahui latar belakang filosofis dari wawasan nusantara.
• Untuk mengetahui hakekat/makna dari wawasan nusantara.


BAB II
ISI
WAWASAN NUSANTARA KITA
2.1.
Wawasan Nasional kita.



            Cara pandang suatu bangsa memandang tanah air dan beserta lingkungannya menghasilkan wawasan nasional. Wawasan nasional itu selanjutnya menjadi pandangan atau visi bangsa dalam menuju tuannya. Namun tidak semua bangsa memiliki wawasan nasional Inggris adalah salah satu contoh bangsa yang memiliki wawasan nasional yang berbunyi” Britain rules the waves”. Ini berarti tanah inggris bukan hanya sebatas pulaunya, tetapi juga lautnya. Adapun bangsa Indonesia memiliki wawasan nasional yaitu wawasan nusantara.

 

            Secara konsepsional wawasan nusantara (Wasantara) merupakan wawasan nasionalnya bangsa Indonesia. Perumusan wawasan nasional bangsa Indonesia yang selanjtnya disebut Wawasan Nusantara itu merupakan salah satu konsepsi politik dalam ketatanegaraan Republik Indonesia.

            Sebagai Wawasan nasional dari bangsa Indonesia naka wilayah Indonesia yang terdiri dari daratan, laut dan udara diatasnya dipandang sebagai ruang hidup (lebensraum) yang satu atau utuh. Wawasan nusantara sebagai wawasan nasionalnya bangsa Indonesia dibangunatas pandangan geopolitik bangsa. Pandangan bangsa Indonesia didasarkan kepada konstelasi lingkungan tempat tinggalnya yang menghasilakan konsepsi wawasan Nusantara. Jadi wawasan nusantara merupakan penerapan dari teori geopolitik bangsa Indonesia.

            Wawasan Nusantara berasal dari kata Wawasan dan Nusantara. Wawasan berasal dari kata wawas (bahasa Jawa) yang berarti pandangan, tinjauan atau penglihatan indrawi. Selanjutnya muncul kata mawas yang berarti memandang, meninjau atau  melihat. Wawasan artinya pandangan, tujuan, penglihatan, tanggap indrawi. Wawasan berarti pula cara pandang, cara melihat.

            Nusantara berasal dari katanusa danantara. Nusa artinya pulau atau kesatuan kepulauan. Antara artinya menunjukkan letak anatara dua unsur. Nusantara artinya kesatuan kepulauan yang terletak antara dua benua, yaitu benua Asia dan Australia dan dua samudera, yaitu Samudera Hindia dan Pasifik. Berdasarkan pengertian modern, kata “Nusantara” digunakan sebagai pengganti nama Indonesia.

            Wawasan Nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya sebagai negara kepulauan dengan semua aspek kehidupan yang beragam. Atau cara pandang dan sikap bangsa Indonesia menganai diri dan lingkungannya, dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayahh dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

            Kedudukan wawasan nusantara adalah sebagai visi bangsa. Visi adalah keadaan atau rumusan umum mngenai keadaan yang dinginkan. Wawasan nasional merupakan visi bangsa yang bersangkutan dalam menuju masa depan. Visi bangsa Indonesia sesuaidengan konsep wawasan Nusantara adalah menjadi bangsa yang satu dengan wilayah yang satu dan utuh pula.


            Karena itu, wawasan itu harus mampu memberi inspirasi pada suatu bangsa dalam menghadapi berbagai hambatan dan tantangan yang ditimbulkan oleh lingkungan strategis dan dalam mengejar kejayaannya. Dalam mewujudkan aspirasi dan perjuangan, satu bangsa perlu memperhatikan tiga faktor utama:

1. Bumi atau ruang dimana bangsa itu hidup
2. Jiwa, tekad, dan semangat manusiany aatau rakyatnya
3. Lingkungan sekitarnya

Pengertian Wawasan Nusantara.

             Istilah wawasan nusantara terdiri dari dua buah kata yakni wawasan dan nusantara. Wawasan berasal dari kata ‘wawas’ yang berarti pandangan, tinjauan atau penglihatan inderawi. Akar kata ini membentuk kata ‘mawas’ yang berarti memandang, meninjau atau melihat. Sehingga wawasan dapat berarti cara pandang, cara meninjau, atau cara melihat. Sedangkan Nusantara berasal dari kata ‘nusa’ yang berarti pulau – pulau, dan ‘antara’ yang berarti diapit di antara dua hal (dua benua yaitu benua Asia dan benua Australia serta dua samudera yakni samudera Pasifik dan samudera Hindia). Berdasarkan teori-teori tentang wawasan, latar belakang falsafah pancasila, latar belakang pemikiran aspek kewilayahan, aspek sosial budaya, dan aspek kesejarahan, terbetuklah satu wawasan nasional indonesia yang disebut wawasan nusantara dengan rumusan pengertian yang sampai ini berkembang sebagai berikut:  




 1. Pengertian wawasan nusantara berdasarkan ketetapan majelis permusyawarahan rakyat tahun 1993 dan 1998 tentang GBHN adalah wawasan nusantara yang merupakan wawasan nasional yang bersumber pada Pancasila dan berdasarkan UUD 1945 adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional.

2. Pengertian wawasan nusantara menurut prof. Dr. Wan usman (Ketua Program S-2 PKN – UI ) “wawasan nusantara adalah cara pandang bangsa indonesia mengenai diri dan tanah airnya sebagai negara kepulauan dengan semua aspek kehidupan yang beragam.”. Hal tersebut disampaikannya saat lokakarya wawsan nusantara dan ketahanan nasional di Lemhanas pada Januari 2000. Ia juga menjelaskan bahwa wawasan nusantara merupakan geopolitik indonesia.

3. Pengertian wawasan nusantara, menurut kelompok kerja wawasan nusantara, yang diusulkan menjadi ketetapan majelis permusyawaratan rakyat dan dibuat di Lemhanas tahun 1999 adalah “cara pandang dan sikap bangsa indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang berseragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelengarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional. ” Secara umum wawasan nasional berarti cara pandang suatu bangsa tentang diri dan lingkungannya yang dijabarkan dari dasar falsafah dan sejarah bangsa itu sesuai dengan posisi dan kondisi geografi negaranya untuk mencapai tujuan atau cita – cita nasionalnya. Sedangkan arti dari wawasan nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 serta sesuai dengan geografi wilayah nusantara yang menjiwai kehidupan bangsa dalam mencapai tujuan atau cita – cita nasionalnya. Dengan demikian wawasan nusantara berperan untuk membimbing bangsa Indonesia dalam penyelengaraan kehidupannya serta sebagai rambu – rambu dalam perjuanagan mengisi kemerdekaan. Wawasan nusantara sebagai cara pandang juga mengajarkan bagaimana pentingnya membina persatuan dan kesatuan dalam segenap aspek kehidupan bangsa dan negara dalam mencapai tujuan dan cita – citanya.

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Wawasan Nusantara.


 Ada beberapa faktor yang mempengaruhi wawasan nusantara diantaranya:

1. Wilayah (geografi).

a. Asas Kepulauan (archipelagic principle)
              Kata ‘archipelago’ dan ‘archipelagic’ berasal dari kata Italia yakni ‘archipelagos’. Akar katanya adalah ‘archi’ yang berarti terpenting, terutama dan ‘pelagos’ berarti laut atau wilayah lautan. Jadi archipelago adalah lautan terpenting.
              Istilah archipelago antara lain terdapat dalam naskah resmi perjanjian antara Republik Venezza dengan Michael Palaleogus (1268) yang menyebutkan ‘arc(h) Pelego’yang maksudnya adalah ‘Aigaius Pelagos’ atau laut Aigia yang dianggap sebagai laut terpenting oleh negara – negara yang bersangkutan kemudian pengertian ini berkembang tidak hanya laut Aigia tetapi juga termasuk pulau – pulau di dalamnya.
              Lahirnya asas archipelago mengandung pengertian bahwa pulau – pulau tersebut selalu dalam kesatuan utuh, sementara tempat unsur perairan atau lautan antara pulau – pulau berfungsi sebagai unsur penghubung dan bukan sebagai unsur pemisah.

b. Kepulauan Indonesia.
            Bagian wilayah Indische Archipel yang dikuasai Belanda dinamakan Nederandsch Oost Indishe Archipelago. Itulah wilayah jajahan Belanda yang kemudian menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagai sebutan untuk kepulauan ini sudah banyak nama yang dipakai yaitu ‘Hindia Timur’, ‘Insulinde’ oleh Multatuli, ‘Nusantara’, ‘Indonesia’, ‘Hindia Belanda (Nederlandsch-indie)’ pada masa penjajahan Belanda. bukan dari bahasanya sendiri tetapi ciptaan orang barat. Nama Indonesia mengandung arti yang tepat, yaitu kepulauan India. Dalam bahasa Yunani, ‘Indo’ berarti India dan ‘nesos’ berarti pulau.

sumber    :  http://www.scribd.com/doc/36277029/makalah-wawasan-nusantara
                  (dengan pengeditan, penambahan materi dan pengurangan materi dari makalah diberbagai tempat)
PENERAPAN KEBIJAKAN PELAYANAN PUBLIK BAGI MASYARAKAT DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS

PENERAPAN KEBIJAKAN PELAYANAN PUBLIK BAGI MASYARAKAT DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS

BAB I
Pendahuluan
Dalam konteks negara modern, pelayanan publik telah menjadi lembaga dan profesi yang semakin penting. Ia tidak lagi merupakan aktivitas sambilan, tanpa payung hukum, gaji dan jaminan sosial yang memadai, sebagaimana terjadi di banyak negara berkembang pada masa lalu.
Sebagai sebuah lembaga, pelayanan publik menjamin keberlangsungan administrasi negara yang melibatkan pengembangan kebijakan pelayanan dan pengelolaan sumberdaya yang berasal dari dan untuk kepentingan publik. Sebagai profesi, pelayanan publik berpijak pada prinsip-prinsip profesionalisme dan etika seperti akuntabilitas, efektifitas, efisiensi, integritas, netralitas, dan keadilan bagi semua penerima pelayanan.
Menguatnya embusan globalisasi, demokratisasi, dan desentralisasi membawa peluang sekaligus tantangan tersendiri bagi pelayanan publik, khususnya pelayanan sosial bagi masyarakat dengan kebutuhan khusus. Dengan memfokuskan pada kelompok penyandang cacat dan lanjut usia, makalah ini membahas bagaimana Departemen Sosial menerapkan kebijakan pelayanan sosial terhadap kelompok yang kurang beruntung ini.

BAB II
Kebijakan dan pelayanan publik
Kebijakan publik adalah keputusan-keputusan yang mengikat bagi orang banyak pada tataran strategis atau bersifat garis besar yang dibuat oleh pemegang otoritas publik.
Sebagai keputusan yang mengikat publik maka kebijakan publik haruslah dibuat oleh otoritas politik, yakni mereka yang menerima mandat dari publik atau orang banyak, umumnya melalui suatu proses pemilihan untuk bertindak atas nama rakyat banyak.
Selanjutnya, kebijakan publik akan dilaksanakan oleh administrasi negara yang di jalankan oleh birokrasi pemerintah. Fokus utama kebijakan publik dalam negara modern adalah pelayanan publik, yang merupakan segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh negara untuk mempertahankan atau meningkatkan kualitas kehidupan orang banyak (Wikipedia, 2008).
Dalam pelaksanaannya, kebijakan publik ini harus diturunkan dalam serangkaian petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang berlaku internal dalam birokrasi.
Sedangkan dari sisi masyarakat, yang penting adalah adanya suatu standar pelayanan
publik, yang menjabarkan pada masyarakat apa pelayanan yang menjadi haknya, siapa yang bisa mendapatkannya, apa persyaratannnya, juga bagaimana bentuk layanan itu.
Untuk mewujudkan keinginan tersebut dan menjadikan kebijakan tersebut efektif, maka diperlukan sedikitnya tiga hal:
1.  Adanya perangkat hukum berupa peraturan perundang-undangan sehingga dapat   
    diketahui publik apa yang telah diputuskan.
2. Kebijakan ini harus jelas struktur pelaksana dan pembiayaannya.
3. Adanya kontrol publik, yakni mekanisme yang memungkinkan publik
    mengetahui apakah kebijakan ini dalam pelaksanaannya mengalami penyimpangan atau
    tidak (Wikipedia, 2008).
Dalam masyarakat otoriter kebijakan dan pelayanan publik seringkali hanya berdasarkan keinginan penguasa semata. Sehingga penjabaran tiga hal di atas tidak berjalan. Tetapi dalam masyarakat demokratis, yang kerap menjadi persoalan adalah bagaimana menyerap opini publik dan membangun suatu kebijakan yang mendapat dukungan publik.
Kemampuan para pemimpin politik berkomunikasi dengan masyarakat guna menampung keinginan mereka adalah penting. Tetapi sama pentingnya adalah kemampuan para pemimpin untuk menjelaskan pada masyarakat kenapa suatu keinginan tidak bisa dipenuhi.
Adalah naif untuk mengharapkan bahwa ada pemerintahan yang bisa memuaskan seluruh masyarakat setiap saat. Namun, adalah otoriter suatu pemerintahan yang tidak memperhatikan dengan sungguh-sungguh aspirasi dan berusaha mengkomunikasikan kebijakan yang berjalan maupun yang akan dijalankannya.

BAB III
Tantangan global
Saat ini tantangan utama negara-bangsa di seluruh dunia bukan lagi isu perang dingin.
Melainkan meningkatnya kompleksitas kemiskinan, konflik etnis, penguatan demokrasi dengan segala resikonya, serta globalisasi ekonomi termasuk perubahan peran dan interaksi antara negara, pasar, dan masyarakat madani. Selain itu, aspirasi dan tuntutan masyarakat juga semakin meningkat akibat semakin terbukanya informasi dan meningkatnya kesadaran hak-hak warga negara.
Perubahan global ini telah mengubah lingkungan dimana pemerintahan beroperasi, menantang peran tradisional negara, dan memperkenalkan aktor-aktor baru pada proses pembangunan dan kepemerintahan (governance). Transformasi global ini juga menuntut reformulasi peran dan tanggung jawab para pegawai negeri sebagai pengelola sumber-sumber publik dan penjaga mandat kepercayaan masyarakat.
Eskalasi perubahan global ini juga telah menimbulkan isu-isu moral seperti penyalahgunaan kekuasaan, korupsi, crony capitalism, “sweatheart deal” privatization, dan perilaku pemerintah yang tidak profesional dan etis lainnya (UNDESA, 2000).
Studi-studi menunjukkan bahwa rendahnya kualitas dan efektifitas pelayanan publik telah melahirkan dampak multidimensional. Secara sosial-politik, buruknya pelayanan publik menimbulkan erosi kepercayaan dan sinisme warga terhadap pemerintah yang pada gilirannya meruntuhkan ketertiban dan kedamaian pada masyarakat.
Secara ekonomi, korupsi dan rendahnya akuntabilitas institusi publik bukan saja telah mengurangi anggaran pelayanan bagi rakyat banyak. Melainkan pula telah menghambat perekonomian. Bukti-bukti empiris di banyak negara memperlihatkan bahwa korupsi memiliki dampak negatif yang signifikan dan luas terhadap investasi dan perdagangan.
Sebaliknya, korupsi yang rendah memacu investasi dan pertumbuhan ekonomi.
Analisis Regresi yang dilakukan Paul Mauro (1998) menunjukkan bahwa sebuah negara yang mampu memperbaiki indeks korupsinya, misalnya dari 6 ke 8 (0 adalah indeks korupsi tertinggi dan 10 terendah) mengalami peningkatan 4 persen dalam tingkat investasi dan 0,5 persen dalam pertumbuhan GDP tahunannya.

BAB IV
Pergeseran paradigma
Sebagai bagian dari respon terhadap tantangan global di atas, telah terjadi pergeseran paradigma dalam pelayanan publik. Tiga pergeseran di bawah ini penting dicatat.
1.  Dari problems-based services ke rights-based services. Pelayanan sosial yang
    dahulunya diberikan sekadar untuk merespon masalah atau kebutuhan masyarakat, kini
    diselenggarakan guna memenuhi hak-hak sosial masyarakat sebagaimana diamanatkan
    oleh konstitusi nasional dan konvensi internasional.
2. Dari rules-based approaches ke outcome-oriented approaches. Pendekatan pelayanan
    publik cenderung bergeser dari yang semata didasari peraturan normatif menjadi
    pendekatan yang berorientasi kepada hasil. Akuntabilitas, efektifitas dan efisiensi
    menjadi kata kunci yang semakin penting.
3. Dari public management ke public governance. Menurut Bovaird dan Loffler (2003),
    dalam konsep manajemen publik, masyarakat dianggap sebagai klien, pelanggan atau
    sekadar pengguna layanan sehingga merupakan bagian dari market contract. Sedangkan
    dalam konsep kepemerintahan publik, masyarakat dipandang sebagai warga negara yang
    merupakan bagian dari social contract.
Namun demikian, ini tidak b erarti bahwa paradigm baru menafikan sama sekali paradigma lama. Meski paradigma baru cenderung semakin menguat, diantara keduanya senantiasa ada persinggungan dan kadang saling mendukung.

BAB V
Situasi Indonesia
Pelayanan publik di Indonesia cenderung memiliki beberapa permasalahan yang mendasar. Selain efektifitas pengorganisasian dan partisipasi publik dalam penyelenggaraan pelayanan masih relatif rendah, pelayanan publik juga belum
memiliki mekanisme pengaduan dan penyelesaian sengketa. Akibatnya, kualitas produk layanan juga belum memuaskan para penggunanya.
Selain itu, pelayanan publik di Indonesia juga belum responsif terhadap masyarakat
dengan kebutuhan khusus, termasuk terhadap kelompok rentan, penyandang cacat, lanjut usia dan komunitas adat terpencil.
Sebagai contoh, nasib anak berkebutuhan khusus atau penyandang cacat di Indonesia, sangat memprihatinkan dan jauh tertinggal dibanding di negara Asia lainnya. Nasib mereka masih terpinggirkan hampir di semua sektor, mulai pendidikan, pekerjaan, hingga ketersediaan fasilitas publik yang bersahabat (Suara Pembaruan, 23 Juli 2008).
Diakui, memang sudah ada regulasi tentang penyandang cacat, yakni UU 4/1997 dan diperkuat lagi dengan UU 23/2002 tentang Perlindungan Anak yang di dalamnya diatur soal anak-anak penyandang cacat. Namun, dalam kenyataannya instrumen legal ini belum dapat diimplementasikan secara efektif. Sejumlah aturan yang mengharuskan keberpihakan pada penyandang cacat tidak dipatuhi, baik oleh masyarakat, kalangan swasta maupun pemerintah sendiri.
Belum lama ini Departemen Pendidikan Nasional memangkas anggaran pendidikan untuk anak-anak penyandang cacat. Kebijakan pemerintah memangkas anggaran pendidikan bagi anak-anak penyandang cacat dari Rp 300 miliar pada tahun anggaran 2007 menjadi Rp 130 miliar untuk anggaran 2008, jelas merupakan langkah diskriminatif.
Sebab, anak luar biasa membutuhkan pelayanan khusus. Mereka seharusnya mendapat perhatian khusus atau minimal sama dengan anak biasa (normal) pada umumnya dalam mendapatkan hak pendidikan. Anak berkebutuhan khusus memiliki keperluan yang berbeda dengan anak normal. Untuk membeli alat tulis misalnya, anak normal cukup mengeluarkan sekitar Rp 500-Rp 1.000. Bagi anak tunanetra (buta) pengeluaran untuk alat tulis huruf Braille bisa mencapai Rp 15.000.
Selain persoalan UU yang ada belum diimplementasikan sebagaimana mestinya, sehingga hanya menjadi dokumen belaka, anggota masyarakat juga masih banyak yang menganggap kelompok rentan dan berkebutuhan khusus sebagai orang yang tak layak masuk dalam ruang publik. Wujudnya, pandangan sinis hingga sikap yang secara langsung maupun tidak langsung mengeliminasi orang cacat atau lanjut usia dari kehidupan sosial.

BAB VI
Peran Depsos
Depsos adalah lembaga pemerintah yang fungsi utamanya menjalankan pembangunan kesejahteraan sosial. Pembangunan kesejahteraan sosial pada intinya merupakan seperangkat kebijakan, program dan kegiatan pelayanan sosial yang dilakukan melalui pendekatan rehabilitasi sosial, perlindungan sosial dan pemberdayaan sosial guna
meningkatkan kualitas hidup, kemandirian, dan terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat (Suharto, 2008a).
Sasaran utama pembangunan kesejahteraan sosial adalah kelompok-kelompok lemah dan kurang beruntung yang dikenal dengan istilah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) atau Pemerlu Pelayanan Sosial (PKS) (Suharto, 2008b).
Lima permasalahan sosial yang menjadi target Depsos mencakup kemiskinan, ketelantaran, kecacatan, keterasingan, dan ketunaan sosial.
Dalam garis besar, penerapan kebijakan pelayanan sosial difokuskan pada lima program, yaitu:
1.  Program pengembangan potensi kesejahteraan sosial, seperti organisasi sosial, Lembaga
    Swadaya Masyarakat, dan dunia usaha dalam upaya memperluas jangkauan pelayanan
    sosial.
2. Program peningkatan kualitas manajemen dan profesionalisme pelayanan sosial. Tujuan
    utamanya adalah meningkatnya mutu dan profesionalisme pelayanan sosial melalui
    pengembangan alternatif-alternatif strategi pekerjaan sosial, standardisasi dan
    legislasi pelayanan sosial.
3. Program pengembangan keserasian kebijakan publik dalam penanganan masalah-masalah
    sosial. Tujuan utamanya adalah terwujudnya koordinasi dan jaringan kerja yang dapat
    meningkatkan sistem perlindungan dan ketahanan sosial masyarakat sehingga mereka
    mampu merespon gelagat dan dampak perubahan sosial di sekitarnya.
4. Program pengembangan sistem informasi kesejahteraan sosial. Tujuannya adalah
    mengidentifikasi data dan informasi kesejahteraan sosial yang diperlukan bagi
    perumusan kebijakan sosial, mekanisme peringatan dini, dan koordinasi jaringan
    kelembagaan dalam mengendalikan masalah-masalah sosial.
5. Program peningkatan peran serta masyarakat dan pengarusutamaan jender. Program ini
    bertujuan utnuk meningkatkan partisipasi publik dan peran lembaga-lembaga
    pemberdayaan perempuan.

BAB VIII
Pelayanan sosial bagi penyandang cacat
Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Depsos memperkirakan jumlah penyandang Cacat pada tahun 2006 adalah sekitar 2,429,708 atau 1,2 persen dari total penduduk (Suharto, 2007). Survey yang dilakukan Pusdatin Depsos pada tahun 2007 menunjukkan bahwa, populasi penyandang cacat adalah sekitar 3,11 persen dari total penduduk Indonesia. Jika jumlah penduduk tercatat 220 juta, maka jumlah penyandang cacat mencapai 7,8 juta jiwa.
Kecacatan adalah hilangnya atau abnormalitasnya fungsi atau struktur anatomi, psikologi maupun fisiologi seseorang. Menurut Undang Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, penyandang cacat diklasifikasikan dalam tiga jenis kecacatan yaitu cacat fisik, cacat mental, serta cacat fisik dan mental yang dikenal dengan “cacat ganda”.
Kecacatan menyebabkan seseorang mengalami keterbatasan atau gangguan yang mempengaruhi keleluasaan aktivitas fisik, kepercayaan dan haraga diri, hubungan antar manusia maupun dengan lingkungannya. Permasalahan sosial yang timbul dari kecacatan antara lain adalah ketidakberfungsian sosial, yakni kurang mampunya penyandang cacat melaksanakan peran-peran sosialnya secara wajar.
Masalah kecacatan juga akan semakin berat bila disertai dengan masalah kesejahteraan sosial lainnya seperti kemiskinan, keterlantaran dan keterasingan.
Kondisi seperti ini menyebabkan hak penyandang cacat untuk tumbuh kembang dan berkreasi sebagaimana orang-orang yang tidak cacat tidak dapat terpenuhi.
Masalah yang masih dihadapi dalam kaitannya dengan pelayanan sosial bagi penyandang cacat adalah:
1. Belum tersedianya data yang akurat dan terkini tentang karakteristik kehidupan dan
    penghidupan berbagai jenis penyandang cacat.
2. Belum memadainya jumlah dan kualitas tenaga spesialis untuk berbagai jenis kecacatan.
3. Terbatasnya sarana pelayanan sosial dan kesehatan serta pelayanan lainnya yang
    dibutuhkan oleh penyandang cacat, termasuk aksesibilitas terhadap pelayanan umum
    yang dapat mempermudah kehidupan penyandang cacat.
4. Terbatasnya lapangan kerja bagi mereka (Depsos, 2003).
Pelayanan sosial bagi penyandang cacat yang dilakukan Depsos meliputi:
1.  Pelayanan sosial di rumah (home care services) untuk konseling perlakuan dalam situasi
    rumah, terapi fisik, diagnosis dan perantara untuk penempatan dalam institusi sekolah,
    rujukan pelayanan rehabilitasi sosial, lapangan kerja, pelayanan alat bantu khusus bagi
    penyandang cacat dan aktivitas waktu luang.
2. Pelayanan rehabilitasi dan dukungan untuk melaksanakan kehiduppan secara mandiri,
    meliputi usaha bimbingan fisik, mental, motorik dan mobilitas, terapi sikap dan perilaku.
3. Jaminan perlindungan dan aksesibilitas terhadap pelayanan publik.
4. Bimbingan terapi kerja, praktek belajar kerja serta pemberian bantuan usaha
    ekonomis produktif secara kelompok usaha bersama (KUBE) serta pengembangan
    budaya kewirausahaan.
5. Standardisasi pelayanan sosial.
6. Pengembangan sistem rujukan, advokasi dan pemberian kuota pekerjaan, serta
    bibimbingan resosialisasi dan penyaluran dengan mendayugunakan  mekanisme Unit
    Pelayanan Sosial Keliling (UPSK), Loka Bina Karya (LBK), Rehabilitasi Berbasis
    Masyarakat (RBM) dan Pusat Pelatihan Keterampilan Kerja Penyandang Cacat serta
    lembaga pelayanan sosial lainnya.
7. Selain itu, untuk meningkatkan apreasi masyarakat terhadap hak asasi penyandang
    cacat dilakukan penyuluhan dan peningkattan sensitivitas masyarakat terhadap
    kehidupan penyandang cacat, advokasi dan perbaikan kurikulum lembaga-lembaga
    pendidikan dan latihan (Depsos, 2003).

BAB IX
Pelayanan sosial bagi lanjut usia
Meningkatnya pendapatan masyarakat, membaiknya status kesehatan dan gizi masyarakat, dan perubahan pola hidup telah meningkatkan usia harapan hidup dan populasi lanjut usia di Indonesia. Saat ini, Indonesia telah memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (ageing structured population).
Jika pada tahun 1980, rata-rata penduduk yang berusia lebih dari 60 tahun “hanya” sekitar 5,45 persen dari total penduduk. Maka pada tahun 1990 dan 2000, prosentasenya meningkat menjadi 6,29 persen dan 7,18 persen. Pada tahun 2010 dan 2020, prosentase lanjut usia diperkirakan akan meningkat lagi menjadi 9,77 persen dan 11,34 persen dari keseluruhan penduduk Indonesia (Depsos, 2008; Suharto, 2008c).
Tantangan utama yang dihadapi akibat meningkatnya jumlah lanjut usia, terutama mereka yang tidak potensial dan terlantar, adalah penyediaan perlindungan sosial baik yang bersifat formal maupun informal. Penyiapan lapangan kerja yang sesuai dengan kemampuan fisik lanjut usia merupakan tantangan lain bagi mereka yang masih potensial.
Isu-isu lain yang terkait dengan kelanjut usiaan antara lain adalah
1.  Belum adanya data lanjut usia yang akurat.
2. Masih terjadinya duplikasi pelaksanaan program pelayanan sosial.
3. Jumlah lembaga pelayanan sosial lanjut usia tidak sebanding dengan jumlah dan
    kompleksitas permasalahan lanjut usia.
4. Kurangnya informasi mengenai program dan pelayanan sosial kepada masyarakat.
5. Penyediaan aksesibilitas lanjut usia pada prasarana dan saranan umum masih sangat
    terbatas (Depsos, 2008).
Pelayanan sosial bagi lanjut usia yang dilakukan Depsos meliputi tiga sistem (Depsos,
2008):
1. Pelayanan sosial dalam panti (institutional-based services):
   - Pelayanan sosial reguler dalam Panti Sosial Tresna Wredha (PSTW) di 243 panti
      untuk  memenuhi kebutuhan hidup 11.416 lansia secara layak.
   - Pelayanan harian (daycare services). Pelayanan sosial yang disediakan bagi lanjut
      usia yang bersifat sementara, dilaksanakan pada siang hari pada waktu tertentu.
   - Pelayanan subsidi silang.
2. Pelayanan sosial luar panti (community-based services)
   - Home Care. Pelayanan sosial bagi lanjut usia yang tidak potensial yang berada
     dilingkungan keluarganya. Misalnya, pemberian bantuan pangan, bantuan kebersihan,
     perawatan kesehatan, pendampingan, reksreasi, konseling dan rujukan. Pada tahun
     2008 tercatat 5.812 lanjut usia yang menerima pelayanan ini di 33 provinsi.
   - Foster Care. Pelayanan sosial bagi lanjut usia terlantar melalui keluarga orang lain.
   - Jaminan sosial yang berupa tunjangan uang sebesar Rp. 300.000 per orang per
     bulan. Pelayanan ini telah dilakukan sejak tahun 2006 di 6 provinsi terhadap 2.500
     lanjut usia. Pada tahun 2007 diterapkan di 10 provinsi terhadap 3.500 lanjut usia.
     Pada tahun 2008, lanjut usia yang menerima pelayanan ini menjadi 10.000 orang yang
     tersebar di 15 provinsi.
   - Pemberdayaan lanjut usia potensial melalui Usaha Ekonomi Produktif (UEP) dan
     Kelompok Usaha Bersama (KUBE). Di 33 provinsi, UEP menjangkau 14.218 orang dan
     KUBE menjangkau 6.320 orang.
   - Pelayanan sosial masyarakat yang dilakukan melalui Pusat Santunan Keluarga
     (PUSAKA) dan Karang Lansia. Misalnya, di DKI Jakarta terdapat 115 PUSAKA dan
     53 Karang Lansia yang melayani 5.615 orang.
3. Pelayanan terobosan (uji coba):
   - Uji coba pelayanan harian lanjut usia di 5 lokasi, yaitu di PSTW Budhi Dharma Bekasi,
     Karang Wredha Yudistira Sidoarjo, PSTW Puspa Karma Mataram, Medan dan Kupang.
   - Uji coba Trauma Center Lanjut Usia di 5 lokasi, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat,
     Yogyakarta, NTB, dan Makassar.
   - Uji coba Home Care di 6 lokasi, yaitu di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah,
     Nanggro Aceh Darussalam, dan Kalimantan Selatan.
   - Pelayanan dukungan di bidang kesehatan (seperti Puskesmas Santun Lansia dan
     Pengobatan Gratis/Kartu Gakin/JKM), ketenagakerjaan (penyiapan Pra Lansia
     memasuki lanjut usia), dan transportasi (reduksi tiket bagi lanjut usia).

BAB X
Referensi
Bovaird, Tonny dan Elke Loffler (2003), Public Management and Governance,
          London: Routledge
Depsos (2003), Pedoman Umum Program Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Jakarta:
          Depsos RI
Depsos (2008), Kebijakan dan Program Pelayanan dan Perlindungan Kesejahteraan
          Sosial Lanjut Usia
, Jakarta: 2008
Mauro, Paul (1998), “Corruption: Causes, Consequences, and Agenda for Further
          Research” dalam Finance & Development, A Quarterly Publication of IMF
          and the World Bank, March, hal.12
Suara Pembaruan (2008), “Permasalahan Anak Seperti Gunung Es”, Koran Suara
          Pembaruan
, edisi 23 Juli
Suharto, Edi (2007), “Roles of Social Workers in Indonesia: Issues and Challenges in
          Rehabilitation for Persons with Disability”, makalah yang disajikan pada The
          Third Country Training on Vocational Rehabilitation for Persons with
          Disabilities
, National Vocational Rehabilitation Centre (NVRC) Cibinong,
          Bogor-Indonesia, 14 Agustus
Suharto, Edi (2008a), Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik, Bandung: Alfabeta
          (Cetakan Kedua)
Suharto, Edi (2008b), Analisis Kebijakan Publik, Bandung: Alfabeta (Cetakan keempat)
Suharto, Edi (2008c), “Trend Lansia dan Pelayanan Sosial yang Harus Disediakan:
          Perspektif Pekerjaan Sosial” , makalah yang disajikan pada Lokakarya
          Kelanjut Usiaan dan Pelayanan Sosial Modern, Depsos RI, Bogor 23 Maret
UNDESA (United Nations Department of Economic and Social Affairs) (2000),
          Profesionalism and Ethics in the Public service: Issues and Practices in
          selected Regions
, New York: UNDESA
Wikipedia (2008), Pelayanan Publik, http://id.wikipedia.org/wiki/Pelayanan_publik
          (diakses 6 Oktober)
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Tugas Softskill - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template | Distributed By: BloggerBulk
Proudly powered by Blogger